Selasa, 18 Oktober 2022

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 

"Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai - Nilai Kebijakan Sebagai Pemimpin"


Nama: Dila Afdila, S.Pd

Calon Guru Penggerak Kota Bandar Lampung

Angkatan 05


1.

  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi Pratap Triloka yaitu Ing ngarsa sung tuladha mempunyai arti bahwa seorang guru harus dapat memberikan contoh yang baik bagi siswanya ini berarti guru harus dapat mengambil sebuah keputusan yang bijak untuk dapat dijadikan teladan bagi siswa ataupun guru sendiri mengalami sebuah masalah dilema etika diharapkan keputusan yang diambil merupakan sebuah keputusan yang bijaksana dengan menerapkan tahapan-tahapan pengambilan keputusan sehingga dapat dijadikan teladan dan juga motivator bagi siswa maupun rekan guru lainnya.

Guru adalah "penuntun " segala kekuatan kodrat alam dan kodrat zaman pada anak didik agar sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Makna kata "Penuntun", dapat dipahami sebagai "Pemimpin Pembelajaran", yang berpusat pada murid. Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru hendaknya mampu menggabungkan strategi pengajaran dan pembelajaran  dengan kearifan lokal dan filosofi Pratap Triloka dari Ki Hajar Dewantara (1889-1959) yaitu " Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani." 

Pratap Triloka menekankan interaksi siswa-guru dan terdiri dari Guru sebagai model memberikan motivasi (bagi mereka di tengah harus memotivasi), dan mendorong (bagi mereka yang di belakang harus mendorong) dalam keseluruhan proses pembelajaran yang dilakukan, termasuk dalam pengambilan keputusan. 

 

Pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran di kelas haruslah  berpihak dan memerdekakan murid sehingga menjadi pembelajaran yang positif bagi murid-murid untuk mulai berani mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri serta keputusan yang bertanggung jawab tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. 


2.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai positif yang ada pada diri seorang guru antara lain yaitu mandiri, kolaboratif, inovatif, reflektif serta berpihak pada murid, merupakan nilai dasar yang harus ada dalam diri seorang guru. Nilai-nilai positif tersebut akan berpengaruh saat guru dihadapkan dalam pengambilan sebuah keputusan. Bagaimana kita menentukan 4 paradigma dilema etika, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan juga 9 tahap pengujian dan pengambilan keputusan. Disaat guru dihadapkan dengan sebuah dilema etika seorang guru juga harus mempunyai rasa empati kepada muridnya.  Dengan didasari nilai-nilai positif tersebut dapat mengarahkan kita terhadap keputusan dengan resiko yang kecil dan juga sebuah keputusan yang berpihak pada siswa.

3. 

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambilApakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebutHal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching merupakan sebuah keterampilan yang sangat erat kaitannya dengan pengambilan keputusan. Menerapkan coaching dengan Teknik TIRTA merupakan langkah yang paling ideal saat kita membantu orang lain, dalam hal ini masalah di lingkungan sekolah. Tahapan-tahapan dalam TIRTA dapat mengidentifikasi masalah dari coachee. Coaching merupakan hal yang sangat penting, karena guru yang berperan sebagai coach dapat menggali potensi yang dimiliki oleh muridnya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggali dan menemukan potensi yang terpendam dalam diri murid ( coachee ) untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dengan kekuatan sendiri serta mampu mengambil keputusan yang tepat. Teknik TIRTA jika dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan akan menjadi sangat ideal dalam pengambilan keputusan.Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan fasilitator telah membantu saya untuk lebih mamahami coaching, serta  membimbing saya berlatih coaching dengan menerapkan model TIRTA dengan memberikan masukan-masukan untuk lebih baik lagi.


4.

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Sebagai seorang pendidik kita harus dapat memenuhi kebutuhan individu setiap murid. Adanya perbedaan dalam kesiapan belajar, minat, maupun profil belajar murid menjadi tugas seorang guru untuk dapat membuat keputusan yang tepat agar semua kebutuhan murid dapat terakomodir. Kompetensi sosial dan emosional yang baik yang dimiliki oleh seorang guru sangat diperlukan saat pengambilan keputusan, oleh karena itu guru harus selalu menerapkan mindfullnes atau kesadaran penuh sehingga guru selalu berpikiran positif dan saat proses pengambilan keputusan akan berdasarkan nilai-nilai positif yang ada pada dirinya

 5.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Seorang pendidik saat dihadapkan dengan berbagai masalah dilema etika ataupun bujukan moral dilingkungan sekolah, dalam pengambilan keputusan akan terpengaruh pada nilai-nilai yang dianutnya. Guru harus berpihak pada siswa dan selalu  mengutamakan kepentingan siswa dan mampu membuat solusi tepat dari setiap permasalahan yang terjadi. Kesadaran penuh sangat diperlukan pendidik dalam menganalisis setiap kasus atau permasalahan yang terjadi apakah termasuk dilema etika atau bujukan moral. Jika kasus tersebut merupakan bujukan moral, sebagai pendidik harus tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran yang  dianutnya.

 

6.

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.


Pengambilan keputusan yang tepat merupakan hal yang sangat penting yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin. Pada pengambilan keputusan yang tepat akan menuju suatu perubahan yang kearah yang lebih baik, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Tetapi jika terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan akan berdampak sabaliknya. Dalam melakukan pengambilan keputusan hendaknya selalu berpedoman pada 4  paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah dalam proses pengujian dan pengambilan keputusan. Jika dalam pengambilan keputusan dilakukan melalui proses analisis kasus yang cermat dan juga menerapkan 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan, maka keputusan tersebut sedikit banyak akan mampu mengakomodir kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat, dengan demikian akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.


7.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tantangan yang muncul dalam menjalakankan pengambilan keputusan antara lain adalah untuk mengubah pola pikir dari warga sekolah untuk menuju paradigma berpihak pada murid. Keputusan yang diambil kadang tidak bisa serta merta dirasakan perubahannya seketika itu juga namun ada proses yang harus dilalui sehingga hasilnya dapat terwujud. Sosialisasi dan menjalin komunikasi secara intensif sangat diperlukan untuk merubah paradigma lama sehingga warga sekolah dapat memahami perubahan dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang baru. Pengambilan keputusan untuk menuju perubahan perlu terus dilakukan sehingga dapat menjadi budaya positif di lingkungan sekolah dan tetap berdasar pada visi dan misi sekolah.

 8. 

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengambilan keputusan yang ambil akan dapat mempengaruhi cara pengajaran kepada siswa. Jika keputusan tersebut berisi tentang metode dan stategi dalam pengajaran maupun sistem penilaian yang sesuai dengan kebutuhan siswa maka dapat dikatakan keputusan tersebut merupakan keputusan yang berpihak pada murid, dan sebaliknya jika keputusan tersebut tidak memberikan ruang bagi siswa untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat mereka maka keputusan tersebut tidak berpihak pada murid.  Keputusan yang diambil hendaknya merupakan keputusan yang dapat memberikan siswa untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya baik kodrat alam maupun kodrat zaman dan sebagai bentuk dalam menuntun siswa menuju merdeka belajar. Maka hendaknya guru memberikan ruang bagi siswa untuk dapat berani mengemukakan pendapat dan mengekspresikan bakat, minat dan potensi yang dimiliknya. Sehingga murid dapat belajar mandiri bagaimana mereka dapat mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri

9.

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Pemimpin pembelajaran dalam mengambil sebuah keputusan, harus benar- benar memperhatikan kebutuhan individu setiap siswa. Guru diibaratkan sebagai  petani yang menanam dan memelihara benih. Jika petani memutuskan memelihara dengan baik makan benih akan tumbuh dengan biak pula namun jika petani seenaknya saja memelihara tanpa melihat kebutuhan benih tersebut untuk tumbuh makan benih tidak akan tumbuh subur. Oleh karena  itu keputusan yang ambil harus mempertimbangkan kebutuhan siswa bagaimana dapat menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya yang diawali dengan pemetaan kebutuhan mereka dengan memperhatikan minat belajar, kesiapan belajar, dan profil belajar siswa.  Dengan demikian keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi masa depan siswa kita kelak.

10.

  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan bertujuan menuntun segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dalam kebahagiaan yang setinggi-tinginya, baik untuk dirinya sendiri, sekolah, maupun masyarakat. Sebagai seorang guru kita hendaknya mampu mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran dengan bijaksana. Harapan dari pengambilan keputusan adalah untuk memenuhi kebutuhan murid yang beragam. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, guru harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar siswanya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan menerapkan 4 paradigma, 3  prinsip dan 9 langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan  Nilai-nilai positif  dan kesadaran penuh dari seorang guru pun harus dipegang teguh dalam dirinya agar dapat mengelola aspek sosial emosionalnya sehingga guru memiliki rasa empati saat dihadapkan pada dilema etika dan dapat mengambil keputusan dengan bijak dan minim resiko. Keterampilan dalam melaksanakan Teknik coaching dapat menuntun murid dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada pada diri sebagai solusi dalam menyelesaikan masalahnya.  Dengan coaching guru dapat menggali potensi-potensi dalam diri siswa yang dapat digukanakan sebagai dasar dalam membuat keputusan dalam menentukan strategi dalam pembelajaran yaitu dengan melihat minat belajar, kesiapan belajar, dan profil belajar murid menuju merdeka belajar. Dengan demikian guru dapat mengambil keputusan secara tepat sesuai dengan kebutuhan belajar siswanya. Hal tersebut akan bermanfaat dalam belajar mereka dan berpengaruh pada masa depan mereka

 

Salam Guru Penggerak, Salam Bahagia...

19 Oktober 2022

Senin, 30 Maret 2020

kearifan SDA


BAB. KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM


3.6       Menganalisis bentuk-bentuk kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam bidang pertanian, pertambangan, industri, dan pariwisata.


A.       Kompetensi Inti
KI 1: Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya
KI 2: Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3: Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilnu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4:Mengolah,  menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

Tujuan Pembelajaran:
1. Siswa dapat Menganalisis bentuk-bentuk kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam bidang pertanian, pertambangan, industri, dan pariwisata.


Materi:
A. Pemanfaatan Sumber Daya Alam


Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewantumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumigas alam, berbagai jenis logamair, dan tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta revolusi industri telah membawa manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini. Sumber daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti IndonesiaBrazilKongoMaroko, dan berbagai negara di Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah. Sebagai contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar setengah dari yang ada di bumi . Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam ini seringkali tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut.
Indonesia
, salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam hayati dan nonhayati terbesar di dunia.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3FIWK4mSkAwIBbRSWo9xBI5bs5MWjGTkljKhhAzND8ypMQt-EXL_3OXWDfVq1HEWDsnUt60Br0leKc_8RnSiyJAFORCoB7h7P1jjGDXfIF-N3mak9SRwUR9MUUtwSTlcW7Kt4pmk6k9Pr/s1600/G.JUDUL.jpg
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan, hewan, mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya sangat terbatas., minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan.Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaan tahun ini kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.



1.Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan
   
 Pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di masa sekarang dan di masa depan.pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan didasarkan pada dua prinsip yaitu SDA terutama SDA yang tidak dapat di perbaharui memiliki persediaan yang terbatas dehingga harus dijaga ketersediaanya dan gunakan secara bertanggung jawab. kedua pertambahan penduduk setiap tahun meningkat maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh karena itu potensi sumber daya alam harus mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan.
contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
   
1.Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam
2.Menggunakan SDA secara efisien
3.Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
4.Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor  aga memiliki nilai jual yang tinggi dan mengurangi pengunana barang tambang
5.Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang menggunakan SDA dengan biaya yang murah dan meminimalkan dapak negatif terhadap lingkungan. 


Sumber daya alam dapat dilihat dari 3 kemungkinan pemulihannya :
1.Sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable flow resources)
2.Sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan (nonrenewable atau stock resources)
3.Sumber daya alam yang tidak akan habis atau punah (continous atau inhausetable resources)



a. Pertanian berkelanjutan.

 Pertanian berkelanjutan adalah gerakan pertanian menggunakan prinsip ekologi, studi hubungan antara organisme dan lingkungannya. Pertanian berkelanjutan telah didefinisikan sebagai sebuah sistem terintegrasi antara praktek produksi tanaman dan hewan dalam sebuah lokasi dan dalam jangka panjang memiliki fungsi sebagai berikut:
·                     Memenuhi kebutuhan pangan dan serat manusia
·                     Meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam berdasarkan kebutuhan ekonomi pertanian
·                     Menggunakan sumber daya alam tidak terbarukan secara sangat efisien
·                     Menggunakan sumber daya yang tersedia di lahan pertanian secara terintegrasi, dan memanfaatkan pengendalian dan siklus biologis jika memungkinkan
·                     Meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan

Namun tahap menuju pertanian berkelanjutan seringkali dipandang sebagai sebuah tahapan dan bukan sebagai akhir. Beberapa menganggap bahwa pertanian berkelanjutan yang sebenarnya adalah yang berkelanjutan secara ekonomi yang dicapai dengan: penggunaan energi yang lebih sedikit, jejak ekologi yang minimal, barang berkemasan yang lebih sedikit, pembelian lokal yang meluas dengan rantai pasokan pangan singkatbahan pangan terproses yang lebih sedikit, kebun komunitas dan kebun rumah yang lebih banyak, dan sebagainya. 





Salah satu contoh pertanian berkelanjutan adalah :

a. Pranoto Mongso (Jawa)
Pranoto mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso ini memberikan arahan kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso yang bersangkutan, tidak
memanfaatkan lahan seenaknya sendiri meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat menjaga keseimbangannya.
Dengan adanya pemanasan global sekarang ini yang juga mempengaruhi pergeseran musim hujan, tentunya akan mempengaruhi masa-masa tanam petani. Namun demikian pranoto mongso ini tetap menjadi arahan petani dalam mempersiapkan diri untuk mulai bercocok tanam. Berkaitan dengan tantangan maka pemanasan global juga menjadi tantangan petani dalam
melaksanakan pranoto mongso sebagai suatu kearifan lokal di Jawa.

b. Nyabuk Gunung.
Nyabuk gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFhc04X5iOExMf_F-oY6kMJ5CwNwkxSlQTsl45c6mtC9h9zYyJBJ7lP0t1_TumjLl43xANKMogmy8jxsBq9bb75ppRowvw5zzzA2ps63jm_cbXSYZt_0FcH93xyHpw8zQV8AgkNsur7LL7/s1600/g.pertanian+2.jpg

Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor.


   c. Tumpang sari
        Sistem ‘tumpangsari’ adalah praktek penanaman beragam biji-bijian sebagai bagian dari peladangan berpindah yang banyak meniru kompleksitas dan keragaman sistem vegetasi wilayah sub-tropis dan tropis. Model pertanian ini dilakukan dengan cara menanam beberapa jenis tanaman yang berbeda dalam suatu areal atau petak tanah secara bersamaan.Pada awalnya, sistem pertanian ini dianggap ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan ilmu pertanian modern karena tidak efisien secara kuantitas dan kualitas hasil yang akan didapatkan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOskH2fa-4zqwdzsn-gNbOclhln2NsfJrIrzGmbpQWsgGkRpkgy4mcaIZDFY2rDDoL9jDv0e573WtCbSgor16pNyIiEjKbDfJ2kq_uOzNiEKMzCUd8TngAtH7iJFPFXBSZCyhdxfCsNHGc/s1600/g.pertanian+1.JPG

Akan tetapi terdapat tujuan yang baik dan penting adanya kearifan lokal ini, yaitu untuk melindungi tanah dari sinar matahari langsung, mengurangi pemanasan langsung pada permukaan tanah, menjaga permukaan tanah dari proses erosi, penggunaan volume tanah secara efisien dan mengurangi kerentananan tanah dari hama dan serangga perusak. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan kecepatan tumbuh beragam tanaman tersebut membuat tanah menjadi permanen, di samping itu juga karena tanahnya selalu ditutupi oleh tanaman tersebut secara terus menerus serta sistem akar tanaman tersebut yang bervariasi.

d.Budi Daya Padi Organik
  Budi daya padi orgaik salah satu contoh dari pertanian berkelanjutan.

                                                                                       
b. Pertambangan Berkelanjutan atau Sustainability Mining
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiprXatwYzPEI0LGVG0jndWRya6uQbmRa0kfhUdkrR2vMJ_Nrym9HoGaTsm-O9m0PVsZ6uMzM_r7JlYt_cy-4P-56sLK14BZsgIJjhaetvvoOaY5XZXyQ3eObQq4BXtbKJ7v84srqxlbflr/s1600/G.pertambangan.jpg

     Pertambangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Pertambangan dalam arti yang lebih luas termasuk tambang minyak, gas alam dan bahkan tambang air tanah.
 Wilayah Indonesia dikenal memiliki potensi tambang yang besar di dunia. Data pada akhir 2008 menunjukkan bahwa sumber daya batubara mencapai 104.760 juta ton, emas sebesar 4.250 ton, tembaga sebesar 68.960 ribu ton, timah sebesar 650.135 ton dan nikel sebesar 1.878 juta ton (ESDM, 2009). Penerimaan negara langsung dari subsektor pertambangan umum pada tahun 2009 sekitar Rp51 triliun, yang terdiri atas penerimaan Negara bukan pajak lebih kurang Rp15 triliun, dan sisanya merupakan penerimaan negara pajak. Investasi pertambangan tahun 2009 mencapai US$1,8 miliar atau naik sebesar 9,5% dari angka tahun sebelumnya sebesar US$1,6 miliar (ESDM, 2009).
 Sumberdaya mineral mempunyai implikasi yang sangat luas dalam kehidupan masyarakat karena sumberdaya mineral merupakan aset yang memberi harapan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu eksploitasi sumberdaya mineral merupakan kesempatan bagi masyarakat. Dengan demikian industri pertambangan merupakan industri alternatif yang paling efektif untuk meningkakan kesejahteraan masyarakat di daerah yang penduduknya berada dalam kemiskinan struktural. Di sisi lain industri pertambangan juga merupakan industri yang menimbulkan berbagai perubahan drastis terhadap lingkungan sehingga merupakan ancaman terhadap kelestarian fungsi-fungsi lingkungan dan fungsi-fungsi kehidupan sosial budaya masyarakat. Potensi-potensi positif sektor pertambangan sering tidak mampu mengkompensasikan potensi-potensi negatif ini, sehingga industri pertambangan mempunyai potensi konflik dengan kepentingan masyarakat (Agenda 21, 2001).
 Kegiatan usaha pertambangan memiliki cirri-ciri, yaitu non-renewable (tidak dapat diperbarui), mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi ekonomi lain pada umumnya. Karena salah satu cirinya tidak dapat diperbaharui maka pengusaha pertambangan selalu mencari proven reserves (cadangan terbukti) baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan adanya penemuan (Poerwanto, 2007).
 Hotteling dalam Stiglitz (2007) menawarkan kerangka utuk menentukan waktu paling tepat mengeluarkan sumber alam dari perut bumi. Teori ini sebagai basis dari ekstraksi sumberdaya alam tidak pulih secara optimal. Prinsip model Hotteling adalah bagaimana mengekstrak sumberdaya mineral secara optimal dengan kendala stok dan waktu. Implementasi dari teori bagi pihak perusahaan pertambangan adalah untuk mendapatkan produksi sumberdaya mineral secara optimal harus mampu menentukan berbagai faktor produksi yang tepat dengan kendala waktu dan stok (deposit). Sedangkan bagi pihak pemilik sumberdaya dalam hal ini, negara harus bersikap mengabaikan terhadap sumberdaya mineral, apakah akan mengekstrak sekarang atau pada masa yang akan datang. Jadi sebagai pengambil kebijakan peran negara sangat menentukan terhadap eksploitasi sumberdaya mineral yang tidak semata-mata berorientasi ekonomi (economic oriented) tetapi juga harus mempertimbangkan secara integral baik itu dampak lingkungan, sosial, kesiapan kelembagaan baik pemerintah maupun masyarakat lokal.
 Mengingat sifat tidak terbarukan yang terkandung dalam sumberdaya mineral, maka eksploitasi sumberdaya mineral harus mampu menciptakan prakondisi dan kemampuan–kemampuan agar masyarakat dapat melanjutkan pembangunan setelah sumberdaya mineral habis di eksploitasi. Proses untuk menciptakan prakondisi dan proses peningkatan kemampuan–kemampuan masyarakat secara berkelanjutan inilah yang dimaksud sebagai proses transformasi sosial. Dengan kata lain, penerapan azas pembangunan manusia berkelanjutan dalam eksploitasi sumberdaya mineral adalah untuk menciptakan proses transformasi sosial secara berkelanjutan.
 Ada berbagai macam resiko di bidang pertambangan yaitu resiko geologi (eksplorasi) yang berhubungan dengan ketidakpastian penemuan cadangan (produksi), resiko teknologi yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya, resiko pasar yang berhubungan dengan perubahan harga, dan resiko kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan harga domestik. Resiko-resiko tersebut berhubungan dengan besaran-besaran yang mempengaruhi keuntungan usaha yaitu produksi, harga, biaya dan pajak. Usaha yang mempunyai risiko lebih tinggi menuntut pengembalian keuntungan (rate of return) yang lebih tinggi (Poerwanto, 2007).
 Kegiatan pertambangan memiliki sejumlah dampak penting bagi lingkungan. Rencana kegiatan penambangan dan pengolahan hasil yang berkaitan langsung dengan dampak yang ditimbulkannya. Kegiatan tambang terdiri dari tahap pra-konstruksi, operasi, produksi dan pasca tambang:

Sebagai negara penganut “paham” sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat, Indonesia cenderung menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu mengolah kekayaan sumberdaya alam dan energi secara bijaksana agar kondisi lingkungan tetap lestari dan bermutu tinggi. Lingkungan yang lestari, pembangunan akan tetap berlangsung dari generasi ke generasi, dan lingkungan yang lestari hanya dapat dilahirkan dari pola pikir yang memiliki rasa bijak lingkungan yang besar (Naiola, 1996). Usaha pertambangan mineral tidak hanya sekedar pemenuhan keuntungan (aspek ekonomi) dari pengelolaan sumber daya mineral, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan sosial dan lingkungan.

Kebutuhan Sosial
Dalam konteks industri pertambangan, misalnya dengan memberikan kesempatan berusaha dan mengembangkan usaha bagi masyarakat kecil melalui pemberian pinjaman modal (peningkatan sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas yang mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan lain-lain. Keberpihakan terhadap kelompok masyarakat miskin, masyarakat di perdesaan, wanita dan anak-anak, ataupun kelompok masyarakat lain yang selama ini diabaikan, perlu dilakukan sehingga tujuan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan kemiskinan dapat terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat penting untuk dilaksanakan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
 Kecenderungan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah tidak memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga, seperti nilai-nilai intrinsik sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat akibat pemanfaatan sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini selanjutnya menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama eksternalitas negatif) yang sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat harus menanggung beban/biaya sosial yang timbul dalam setiap pemanfaatan sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”. Beban/biaya sosial terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat saat ini maupun masyarakat dimasa yang akan datang adalah penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan, yang tentu saja dalam jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai).
penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan (baik nilai ekstrinsik maupun intrinsiknya) sangat diperlukan untuk menghindari, setidaknya mengurangi, eksternalitas. Jikalau eksternalitas telah terjadi, maka upaya-upaya internalisasi berbagai dampak keluar (eksternalitas) harus dilakukan, misalnya dengan bentuk-bentuk kompensasi. Dengan demikian, segala aktifitas yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ataupun efisiensi kapital (tujuan ekonomi) akan tetap memperhatikan pengelolaan yang berkelanjutan.
 Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan lingkungan yang lebih menekankan pada konservasi dan perlindungan sumberdaya, perlu memperhitungkan mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut, untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan memberikan dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan jangka panjang dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.
 Selain itu, masalah hak kepemilikan merupakan faktor penentu dalam pemanfaatan sumberdaya yang efisien, merata dan berkelanjutan. Sumberdaya yang dimiliki oleh umum (tidak jelas hak kepemilikannya) telah mengarah pada sumberdaya akses terbuka (open access), dimana dalam keadaan ini, siapapun dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada tanpa sedikitpun mempunyai insentif untuk memelihara kelestariannya. Pengukuhan hak-hak kepemilikan akan memperjelas posisi kepemilikan suatu pihak sehingga pihak tersebut dapat mencapai kelestarian (upaya konservasi) dan mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya dari intervensi maupun ancaman dari pihak luar.

 Kebutuhan Lingkungan
Pengelolaan limbah pertambangan mineral yang telah dilakukan oleh perusahaan pertambangan masih belum mampu mengatasi terjadinya degradasi kualitas lingkungan bio-fisik dan masalah social kemasyarakatan, meskipun beberapa kegiatan pertambangan telah berorientasi pada industri bersih yang berwawasan lingkungan. Perubahan lingkungan di sekitar pertambangan dapat terjadi setiap saat, sehingga manajemen pengelolaan limbah yang efektif menjadi indikator keberlanjutan usaha pertambangan mineral.
 Sistem pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan diharapkan dapat mencegah dampak pencemaran terhadap daya dukung lingkungan, perubahan perilaku sosial kemasyarakatan serta pertumbuhan sektor ekonomi informal yang tidak terkendali. Untuk itu seyogyanya pengelolaan lingkungan pertambangan mineral dituangkan dalam suatu kebijakan yang sistematis dan terarah secara berkelanjutan


c. Industri Berkelanjutan
    
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEginSvw38zVJDov3ccKBKOvV1i4fRL5WtuzsUBQp5eDNhCXZhulaB54h10XKiAe_LqxaK41vMRKLutGnsIS-dTGjwRxiFArJUVGa7ii6_hRmK_nDLqd_dE3DWBO4bOjEWtGxz29HCMQCGwX/s1600/g.industri.png

  Era industrialiasi yang saat ini terjadi, membawa perubahan baru bagi pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Saat ini, sektor industri merupakan sektor prioritas yang diharapkan mampu menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi, Di Indonesia, kontribusi sektor industri terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) diperkirakan mencapai 24,3%, lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor industri juga berperan strategis dalam meningkatkan daya saing ekonomi, karena sektor ini berperan penting dalam upaya perluasan lapangan kerja, pemasukan ekonomi, sampai pada pengurangan tingkat kemiskinan nasional. Derasnya upaya untuk terus mengembangkan industri nasional, di sisi lain ternyata membawa dampak negatif terutama pada sektor lingkungan. Dampak negatif ini karena sektor industri seringkali menyebabkan pencemaran udara, air, suara, dan sampah bagi lingkungan sekitarnya. Dengan kerusakan lingkungan ini, efek selanjutnya adalah menurunnya kualitas kehidupan masyarakat karena degradasi di sektor lingkungan menyebabkan banyak aktivitas menjadi tidak bisa dilakukan. Apabila kita bercermin ke belakang, beberapa kerusakan lingkungan terjadi disebabkan oleh buruknya penanganan terhadap lingkungan yang berasal dari sektor industri Beberapa kejadian ini diantaranya adalah kasus pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi akibat dari pembuangan limbah tailing, pembuangan limbah pabrik di Sungai Cikijing selama puluhan tahun, maupun pencemaran akibat penambangan emas di sepanjang sungai di Kalimantan.
Dari fakta tersebut, dapat dilihat bahwa pembangunan industri dan upaya pelestarian lingkungan masih sering dilihat seperti dua sisi koin yang bertentangan. Padahal apabila mau disadari, aspek industri dan lingkungan hidup bisa berjalan secara sinergis maupun sinkronis untuk mencapai suatu tujuan. Peningkatan kualitas lingkungan, akan sangat membantu sektor industri dalam membangun daya saingnya, begitu juga sebaliknya. Sehingga, untuk bisa terus berkelanjutan, industri harus memasukkan aspek lingkungan hidup ke dalam hitungan atau analisa pembangunan dan pengembangan industri tersebut. Dari pemahaman ini,  selanjutnya dikembangkan suatu konsep yang diterapkan dalam pembangunan industri, yaitu konsep Eco-Industry atau industri ramah lingkungan yang bisa diartikan bahwa suatu kegiatan industri harus memperhatikan aspek lingkungan dalam pengoperasiannya, mulai dari rantai awal produksinya sampai pada ketika produk tersebut dipasarkan.
Di Indonesia adanya industri ramah lingkungan menjadi suatu keharusan karena sektor industri masih sering membawa dampak negatif bagi sektor lingkungan. Sampai saat ini dapat dilihat bahwa 30% limbah cair yang dibuang ke sungai berasal dari industri, kemudian emisi yang dihasilkan oleh sektor industry sebesar 27% dari total emisi nasional. Begitu juga apabila kita melihat tingginya konsumsi energi yang dilakukan oleh pihak industri, yaitu sebesar 49,4% dari total konsumsi energi nasional. Tingginya tingkat konsumsi energi ini akan membawa dampak yang merugikan baik bagi pelaku industry karena harus membayar biaya yang mahal untuk energi, maupun bagi negara yaitu dengan menipisnya cadangan energi. Hal inilah yang perlu mendapat perhatian serius bagi bangsa ini, yaitu bagaimana caranya agar sektor industri tersebut melakukan konservasi energi. Apalagi di tengah ancaman krisis energi yang terus membayangi, semakin membuat industri di Indonesia harus bisa mencari cara untuk mengoptimalisasi energi yang ada. Dengan penerapan konsep Eco-Industry ini diharapkan juga bisa membuat industri semakin kompetitif karena industri akan bisa meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber dayanya, yang akan berpengaruh pada struktur biaya di industri tersebut. Hal ini nantinya akan mempengaruhi harga produk industri tersebut menjadi lebih kompetitif, dan daya saing dapat ditingkatkan.
Penerapan Eco-Industry di Indonesia dapat dilakukan secara jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk penerapan jangka pendek, dilakukan melalui penerapan standar lingkungan khusus yang mengatur industri di Indonesia  mulai dari regulasi sampai pada pengklasifikasian mengenai industri ramah lingkungan beserta komponen-komponen untuk menilainya. Hal ini dilakukan agar penilaian untuk industri ramah lingkungan benar-benar terstandar.  Selain itu, dari klasifikasi yang dilakukan kemudian dibuat sistem insentif bagi pelaku industri yang ramah lingkungan dan disinsentif bagi industri yang merusak lingkungan. Insentif yang dilakukan misalkan melalui insentif pemotongan pajak kepada industri yang taat lingkungan berdasarkan klasifikasi yang sebelumnya dibuat. Hal ini agar pihak industry bisa lebih terdorong untuk menerapkan prinsip Eco-Industry. Secara jangka panjang, penerapan prinsip Eco-Industry dilakukan melalui pengembangan Eco-Industrial Park, yang merupakan kawasan industri ramah lingkungan. Pengembangan kawasan ini berdasarkan klasterisasi industri yang ada di Indonesia agar kawasan tersebut bisa menjadi kawasan yang kompetitif dengan peningkatan performa ekonomi, maupun dapat berintegrasi dengan komunitas dan lingkungan sekitarnya.

     Berikut kegiatan kearifan lokal di bidang indutri:
    a.    Adanya pembatasan penggunaan hutan di Kalimantan dan Jawa
    b.    Adanya pelarangan untuk kegiatan industri pada daerah tertentu
    c.    Adanya pengembangan industri hasil seni suatu daerah
    d.   Adanya pelarangan menggunakan bahan-bahan kimia dalam mengolah industri
    e.    Pemanfaatan hasil alam dalam pengolahan industry


 d. Pariwisata berkelanjutan

Pariwisata apapun jenis dan namanya, hendaknya dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Menurut United Nation (2002) prinsip-prinsip tersebut adalah:
·         Prinsip pertama adalah pembangunan pariwisata harus dapat dibangun dengan melibatkan masyarakat lokal , visi pembangunan pariwisata mestinya dirancang berdasarkan ide masyarakat lokal  dan untuk kesejahteraan masyarakat lokal . Pengelolaan kepariwisataan yang telah dibangun mestinya juga melibatkan masyarakat lokal  sehingga masyarakat lokal  akan merasa memiliki rasa memiliki untuk perduli terhadap keberlanjutan pariwisata. Masyarakat lokal  harusnya menjadi pelaku bukan menjadi penonton.
·         Prinsip kedua adalah menciptakan keseimbangan antara kebutuhan wisatawan dan masyarakat.  Kepentingan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah tujuan yang didasarkan atas kerelaan untuk membentuk kualitas destinasi yang diharapkan oleh wisatawan. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud jika semua pihak dapat bekerjasama dalam satu tujuan sebagai sebuah komunitas yang solid. Komunitas yang dimaksud adalah masyarakat lokal , pemerintah lokal , industri pariwisata, dan organisasi kemasyarakat yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan.
·         Prinsip ketiga adalah pembangunan harus melibatkan para pemangku kepentingan, dan melibatkan lebih banyak pihak akan mendapatkan input yang lebih baik. Pelibatan para pemangku kepentingan harus dapat menampung pendapat organisasi kemasyarakatan lokal , melibatkan kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan, melibatkan asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.
·         Prinsip keempat adalah, memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal  dalam sekala kecil, dan menengah. Program pendidikan yang berhubungan dengan kepariwisataan harus mengutamakan penduduk lokal  dan industri yang berkembang pada wilayah tersebut harus mampu menampung para pekerja lokal  sebanyak mungkin.
·         Prinsip kelima adalah, pariwisata harus dikondisi untuk tujuan membangkitkan bisnis lainnya dalam masyarakat artinya pariwisata harus memberikan dampak pengganda pada sector lainnya, baik usaha baru maupun usaha yang telah berkembang saat ini.
·         Prinsip keenam adalah adanya kerjasama antara masyarakat lokal  sebagai pencipta atraksi  wisata dengan para operator penjual paket wisata, sehingga perlu dibangun hubungan kerjasama yang saling menguntungkan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwzdEGgaOklLM7Jt0imfsJIbGoQ3WmG-ihClLwaez6pWo9-brkwBdGKXU10WZD55DMwngIi6PIIkzs3nsAwj7f1iBewIKejQI4152mWxepMrn3DC8dgRpWOw_XoDx1J2WYNCBb8plZpWt7/s1600/G.pariwisata+berkelanjutan.png
LOMBOK
·         Prinsip ketujuh adalah, pembangunan pariwisata harus mampu menjamin keberlanjutan, memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi yang akan datang.  Adanya anggapan bahwa pembangunan pariwisata berpotensi merusak lingkungan jika dihubungkan dengan  peningkatan jumlah wisatawan dan degradasi daerah tujuan pariwisata adalah sesuatu yang logis (Hunter dan Green, 1995). Wujud hubungan ini adalah konsep tentang daya dukung yang menunjukkan suatu pendekatan manajemen yang memungkinkan pertumbuhan dalam batas yang dapat diterima (Johnson dan Thomas, 1996).
·         Prinsip kedelapan adalah pariwisata harus bertumbuh dalam prinsip optimalisasi bukan pada exploitasi. Strategi manajemen kapasitas akan menjadi pilihan yang terbaik, walaupun saat ini masih  mengalami kontroversi yang cukup tajam. Konsep ini merupakan kebutuhan yang semestinya diakui untuk membatasi dan menjadi kendali atas dimensi-dimensi pembangunan pariwisata yang dapat mengancam berkelanjutan penggunaan sumber daya yang terbatas,  pada saat yang bersamaan, konsep tersebut berhadapan dengan keinginan untuk memaksimalkan peluang sebagai tujuan pertumbuhan dan mewujudkan manfaat potensial yang terkait dengan pengunjung yang semakin meningkat.
·         Prinsip kesembilan adalah harus ada monitoring dan evaluasi secara periodic untuk memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan berkelanjutan. Mestinya pembagunan pariwisata dapat diletakkan pada prinsip pengelolaan dengan manajemen kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas obyek wisata tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas social, dan kapasitas sumberdaya yang lainnya sehingga dengan penerapan manajemen kapasitas dapat memperpanjang daur hidup pariwisata itu sendiri sehingga konsepsi konservasi dan preservasi serta komodifikasi untuk kepentingan ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan.
·         Prinsip kesepuluh adalah harus adalah keterbukaan terhadap penggunaan sumber daya seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumberdaya lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan
·         Prinsip kesebelas adalah melakukan program peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata sehingga dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk bekerja sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing sehingga program sertifikasi akan menjadi pilihan yang tepat. 
·          Prinsip keduabelas adalah terwujudnya tiga kualitas yakni pariwisata harus mampu mewujudkan kualitas hidup ”quality of life” masyarakat lokal, pada sisi yang lainnya pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha ”quality of opportunity” kepada para penyedia jasa dalam industri pariwisata dan sisi berikutnya dan menjadi yang terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman wisatawan ”quality of experience”.


2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berdasarkan   Prisip Ekoefisiensi
     Prinsip eko-efisiensi adalah bahwa bahan dan energi yang tidak termanfaatkan dalam suatu sistem proses produksi akan terbuang menjadi limbah (padat,cair, dan gas) dan menyebabkan peningkatkannya social cost untuk proses lanjutannya, dengan meningkatkan efisiensi semakin banyak bahan dan energi yang termanfaatkan dalam proses produksi sehingga semakin sedikit yang terbuang. Ditinjau dari aspek ekonomi, peningkatan efisiensi akan mengurangi bahan baku sebagai faktor produksi dan energi yang dibutuhkan, sehingga biaya produksi turun dan berpotensi untuk meningkatkan profit. Sedangkan dari aspek lingkungan hidup berarti makin sedikit bahan baku dan energi yang terbuang percuma, sehingga semakin sedikit limbah yang dihasilkan maka dampak terhadap lingkungan hidup dapat ditekan. Hal itu dapat diterapkan dalam pemanfaatan Hutan, Lahan  Pertanian, Tambang, Air, Industri, dan Pemenuhan Sumber Energi




a. Sumber Daya Pertanian
    Pola tanam merupakan pengaturan lahan pertanian.Pola tanam adalah pengaturan peggunaan lahan pertanian dalam jangka waktu tertentu.Pola tanam dibedakan sebagai berikut.
1)Monokultur

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXRwt7lShVNFze4d1q9-4KIFpeNcipQ1g0NGcEFDh91cTp7Dqsw2QzxGR1ee7N5p6jokfujMtEU3nDOb98eykFLzHVfKQ39yZzIw7soIG7U2a65misNSYrTepQNJQg-QBJVowUCvDDVAaR/s1600/g.pertanian+mono.jpg

  Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena keseragaman tanaman yang ditanam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama dan penyakit tanaman).

Pertanaman campuran atau polikultur adalah usaha pertanian yang membudidayakan berbagai jenis tanaman pertanian pada lahan yang sama. Sistem ini meniru keanekaragaman ekosistem alami dan menghindari pertanaman tunggal atau monokultur. Tumpang sari dan wanatani termasuk ke dalam praktek pertanaman campuran. Polikultur merupakan salah satu prinsip permakultur. Polikultur membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, namun memiliki keuntungan lebih dibandingkan monokultur:

2)Multikultur

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJlXA-YlwOzAAlef6IsKXVDPDnj6D_iEvEWWibmjqIu6sFxNJ-JVnioI9YqxHwQAWxFb39w8E5fbDnhHZOrxhcObK5gU_ziF4eHD-J2YwSlkcwpHQdDO7udu96yykwkeFNuUTp_MEeRZFR/s1600/multi.jpg

Keanekaragaman tanaman pertanian menghindari penularan penyakit tanaman secara luas seperti yang umum terjadi di pertanian monokultur. Sebuah studi di China melaporkan bahwa penanaman beberapa varietas padi dalam satu lahan meningkatkan hasil dikarenakan turunnya persebaran penyakit, sehingga pestisida tidak dibutuhkan.Keanekaragaman yang lebih tinggi menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah dan polinator yang menguntungkan







b. Sumber Daya Pertambangan
Pertambangan konvesional memiliki dampak negatif yang tinggi akibat penggunaan metode pertambangan lama. Jika melihat data yang menunjukkan besarnya kerusakan lingkungan yang disebabkan eksplorasi mineral dan minyak bumi, metode pertambangan baru yang lebih ramah terhadap lingkungan perlu dikembangkan. Oleh sebab itu, prinsip ekoefisiensi dapat diterapkan pada sektor pertambangan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtxJg4HBplztUZCO-FHSjrq5b8fw-DCSmzNXtZlUWarZZz9Ng7K4VEyR0q9KaasyuKK3Ix6HWooLvUtRx0jbwAv9Kbq3HU8OLoCkNHtLq25ublZxwa53lWPjdivV-UoSqLqkpvnTxET495/s1600/g.pertambangan.jpg

Pertambangan yang menggunakan prinsip ekoefisiensi menggunakan perncanaan terpadu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan. 

Selain itu, proses rehabilitasi suatu lahan postmining harus dapat segera mengembalikan daya dukung ekologi pada makhluk hidup. Keselarasan lingkungan dengan proses pertambangan akan menjaga kesimbangan ekosistem alam sekitar







  c. Sumber Daya Industri
   Industri merupakan sektor ekonomi yang sangat penting bagi pembangunan dan perkembangan ekonomi masyarakat sekitarnya. Namun , dampak pencemaran industri sangat buruk bagi lingkungan. Polusi udara dan air menjadi hal yang menakutkan baik bagi makhluk hidup maupun masyarakat sekitar. Prinsip ekoefisiensi dapat manjadi solusi bagi perkembangan industri tanpa harus mengorbankan kelestarian alam.
Indutri yang ditata dengan dukungan berbagai ahli dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan secara significan. Tata letak dan insentif ekonomi yang menarik investor dapat menumbuhkan pusat- pusat industri yang maju dan terkendali. Pusat industri tersebut dibangun pada lahan yang jauh dari populasi penduduk dan memiliki sistem pembuangan yang modern.






d. Sumber Daya Pariwisata
   Pariwisata dapat dikembangkan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Pariwisata yang berwawasan lingkungan dapat diwujudkan dengan mengolah dan mengembangkan potensi alam seperti danau, gunung, laut, lembah, dan hutan. 

Agrowisata

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsS5DruUvB0maCzZrWjdmyoElHLgNrJ10xQ0QO4doRBM92O8EHiRIm_WfEEzT_w7kyxCq89Ovv3qdH3V59IgmfQ-_bkgFng7h7Ir3r0i8PQqOjBQtcbPP7eYDZJG0kJ6lmkYocDJO4G3Og/s1600/agrowisata.jpg

Agrowisata adalah aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau fasilitas terkait (misal silo dan kandang) yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Agrowisata memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung, wisata petik buah, memberi makan hewan ternak, hingga restoran di atas laut. Agrowisata merupakan salah satu potensi dalam pengembangan industri wisata di seluruh dunia.


Di Indonesia, daya tarik wisata sebagian besar masih berupa wisata bahari dan wisata budaya, sedangkan wisata berbasis perkebunan masih belum berkembang pesat karena kepemilikannya masih belum banyak. Contoh agrowisata di Indonesia terdapat di Cinangneng, Tenjolaya, Bogor berupa pembudidayaan sayur dan buah, wisata kebun salak di Sleman, Yogyakarta, dan wisata perkebunan teh di Puncak, Bogor.


Ekowisata

Ekowisata atau ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional. Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBPux-xNEl4TRXNqc77GeQeOV9v5KIX3mjqBXaFE1mc13aH7Xn6qwjbOXNn8ZhlkIjTz0uN9gRzFeweui-mJ6aOrtJJ28UYl7Wc7RlvM2MReeMPspJW6HCS9gmrw3mVsZ3h1yoXhjBZrWE/s1600/ekowisata.jpg

Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat.


Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai dikurangi.
Ekowisata dapat dilakukan pada tempat tempat berikut :        
a.Cagar Alam

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7a8Yfal5AyBcI9s7js0rMMByMvFydRdt-MYLVIlGaeUV323ve-401e2kcvMj4lTaolKd-pc-53K3HN_QEaFR93Us_Ve-3aDOYcmxgWCnAdTz1s0kCWm8-wWDB1anGIgpyh0DnqCtt8EJI/s1600/cagar+alam.jpg


Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Contoh kawasan yang dijadikan cagar alam di Indonesia adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran di Jawa Barat, Cagar Alam Nusakambangan Barat dan Cagar Alam Nusakambangan Timur di Jawa Tengah.        


   b.Marga Satwa
 Suaka margasatwa (Suaka: perlindungan; Marga: turunan; satwa: hewan) adalah Hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtGm8cIQkeavBXUF0SG3hoY4xlBdD2jGs8SriHM4zG8A3Y_MelSHyI7pj7amm24mitsgjxrfkrL_FQEuVcQPg67LSGVccAOplpp1UTFzg80OgKDRwPzEwZnBmSBIYZaDep_Vbsp9nox-QZ/s1600/suaka+marga.jpg

Pelestarian dapat dilakukan secara sengaja atau alami untuk menjaga kelangsungan hidup tumbuhan tersebut. Adanya taman nasional dan cagar alam menjadi media dan sarana bagi pelestarian serta perlindungan jenis flora dan fauna khas di Indonesia. Melalui adanya upaya konservasi diharapkan keberadaan flora dan fauna tersebut tetap terjaga dari ambang kepunahan sehingga kelestarian keanekaragaman hayati flora dan fauna Indonesia tetap terjaga pada masa yang akan datang.
     
c. Taman Nasional

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHvxOVKek3JYYgjTfTmKcujOIdA1FbG86kC6BlbixgmhIZd3zT3Knfdx4y4V1t6bGf2KLdmtkg3yh5w6G0TFAM7HW9ggV6b_gp5DXeTwPriFmqKCJXXzDAdQoGEBdHYAJV8-B3P_uQkcop/s1600/Tamannasional.jpg

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Saat ini terdapat 50 Taman Nasional di Indonesia, yang pengelolaannya di bawah Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Enam diantaranya, nal Gunung Leuser di Sumatera Utara dan Aceh, Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, juga di termaksud Situs Warisan Dunia UNESCO yang tergabung sebagai Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera.

    
  d.Taman Hutan Raya

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvRIy9ikAfBUCkJIinhSzK3Xb-2VHIj3e1-e5mXI0TUGJSef5TBOmOYOnCBHvrpHQ-nfMgkQPXccg9M-37qbClFvDZ3VPuf4p2MGkRfbVLnVhqaCtqgf3sKFusrYq91nzPhoIupc20WI-M/s1600/taman+hutan+raya.jpg


Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan. Juga sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Adapun kriteria yang ditetapkan sebagai penunjukkan kawasan Taman hutan raya, adalah sebagai berikut :
Merupakan kawasan yang memiliki suatu ciri khas tersendiri, baik asli maupun buatan. Yang mana bisa terdapat pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah.Memiliki keindahan alam dan atau mempunyai gejala alam, misalnyanya ada terdapat sumber air panas bumi.
Mempunyai luas yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan ataupun bukan asli.Kawasan Taman hutan raya dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini di Indonesia dikelola oleh Kementerian Kehutanan R.I. dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman hayati dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman hutan raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial
    



  e.Taman Wisata Alam


Taman Wisata Alam adalah Hutan Wisata yang memiliki kekayaan alam, baik keindahan nabati, keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Taman Wisata Alam Linggarjati adalah salah satu objek wisata alam di Kabupaten Kuningan. Linggarjati adalah salah satu tempat titik awal pendakian ke Gunung Ciremai. Kawasan hutan Linggarjati seluas 11,51 Ha. Ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 53/Kpts/Um/2/1975 tanggal 17-2-1975.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVFJau8QoqkxrGrRpG6zbxZKymDs4hxsZ37fbkp0eRM824gHVDuSaCB1BrEGaU3NbqbJaMtTp0bhOjjnt5JYEL5Pdcx84quneN20VgvSG-TvQzQEcrF4-pn1PccT97aOSr6s3Og2QLgKRQ/s1600/6d33c53aee5d7dce2eb36d6f43f740c9b0b567fd.jpg

Kawasan ini merupakan bagian yang terpisah dari kawasan hutan lindung Gunung Ciremai yang ditetapkan sejak tahun 1924 oleh pemerintah Belanda. Taman Wisata Alam Linggarjati terletak di Desa Linggarjati Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan,secara astronomis terletak di antara 6 derajat 47°’ – 6 derajat 58° LS dan 108 derajat 30° – 108 derajat 30° BT. Di samping panorama alam yang indah Taman Wisata Alam Linggarjati memiliki hawa yang sejuk dan segar. Tidak jauh dari lokasi TWA ini juga terdapat bangunan yang bernilai sejarah, yaitu gedung tempat berlangsungnya perjanjian Linggarjati antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang mempunyai daya tarik tersendiri.





B.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan  (AMDAL) dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam



 Pengertian dan Tujuan Amdal
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgld266sZCoJ8OhzAWTwzTwqPqbfhJ-bvqgtSe-3w55NcDfJFJkWmdqmcEBORO0Zh9qU3mMgAv59YAS6RskSbgbWaF37MEOCdFunGLz5W-QMMxwWW4ZJA8kphwCM2OSD3_v-aTWlalU4UVx/s1600/amdal.jpg

Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dan ketersediaan atau sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya.
Untuk menghindari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh exploitasi sumberdaya pada proses pembangunan berkelanjutan, maka pembangunan dilaksanakan berdasarkan pada sistem analisis mengenai dampak lingkungan yang disingkat AMDAL.
AMDAL menurut PP No.27 Tahun 1999 adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu proses studi formal yang dipergunakan untuk memperkirakan dampak terhadap lingkungan oleh adanya atau oleh rencana kegiatan proyek yang bertujuan memastikan adanya masalah dampak lingkungan yang perlu dianalisis pada tahap awal perencanaan dan perancangan proyek sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan. Peraturan tentang kewajiban membuat AMDAL diatur dalam peraturanperaturan
berikut:
1.                   . UU No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
2.                   . Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak    Lingkungan;
3.                   . Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan  Pengendalian Dampak Lingkungan;
4.                   . Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 98 Tahun 1996 tentang Pedoman  Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan  Daerah.


Berikut ini 4 hal yang tercakup dalam studi AMDAL.
1.                   . Penyajian informasi lingkungan (PIL) dan analisis dampak lingkungan (Amdal) untuk studi bagi kegiatan yang direncanakan
2.                        Penyajian evaluasi lingkungan (PEL) dan studi evaluasi lingkungan (SEL) bagi studi untuk kegiatan yang telah berjalan
3.                       .Rencana kelola lingkungan (RKL), studi yang merencanakan pengelolaan dampak kegiatan kepada lingkungannya.
4.                   . Rencana pemantauan lingkungan (RPL), studi pemantauan pengelolaan lingkungan.
5.                        Kerangka Acuan (KA), kerangka acuan yang memberikan dasar arahan pelaksanaan SEL atau AMDAL dengan merinci hal-hal yang perlu dilaksanakan dan bersifat khusus untuk kegiatan yang telah berjalan atau sedang direncanakan.

Dalam pelaksanaannya yang menjadi tujuan AMDAL yaitu :
1.             Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.
2.            Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
3.            Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantau lingkungan hidup.
4.            Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
5.            Memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif
6.            Digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan.



Komponen-Komponen AMDAL

AMDAL terdiri atas lima komponen, yaitu sebagai berikut.
a. Studi Pra-Proyek
Studi pra-proyek dilakukan guna mengukur dan memperkirakan perubahan keadaan lingkungan. Pengukuran ini dilakukan bedasarkan pada data baik data fisik, kimia, biologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya.
b. Laporan Penilaian
Laporan penilaian adalah laporan yang disusun dari hasil studi pra-proyek yang berupa kemungkinan yang akan terjadi jika proyek tersebut berjalan.
c. Pembuatan Keputusan
Proses pembuatan keputusan berdasarkan pada laporan penilaian serta hasil prediksi pengaruh proyek terhadap lingkungan kelak. Namun kenyataan dalam pengambilan
keputusan ini sangat dipengaruhi oleh nuansa politik.
    d. Persetujuan Proyek
Persetujuan proyek mengandung rekomendasi dari hasil analisis interaksi antara proyek dengan lingkungan, contohnya adalah proyek dapat disetujui dengan rekomendasi akan dilakukannya usaha-usaha untuk memperkecil pengaruh negatif terhadap lingkungan.
    e. Pemantauan Proyek
Pemantauan proyek dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahun, untuk memantau sudahkah proyek tersebut berjalan sesuai dengan yang direkomendasikan dan disetujui proyek.


Pihak - pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
a.       Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
b.       Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
c.        Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.


PENDEKATAN STUDI AMDAL
  Ada 4 macam pendekatan, yaitu:
     a.    Pendekatan AMDAL kegiatan tunggal
Diperuntukkan bagi satu jenis usaha di bawah satu instansi yang membidangi usaha tersebut. Contohnya pembangunan jalan tol, PLTU, lapangan golf, masjid agung, rumah sakit, sekolah, dll.
     b.    Pendekatan AMDAL kegiatan terpadu atau multisektor
Diperuntukkan bagi jenis usaha  yang memilki sistem terpadu dan melibatkan lebih dari satu instansi yang membidangi usaha tersebut. Contohnya pembangunan hutan tanaman industri, industri  pulp, permukiman terpadu, dll.
     c.    Pendekatan AMDAL kegiatan dalam kawasan
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang berkokasi di dalam suatu kawasan zona pengembangan wilayah pada satu hamparan ekosistem. Contohnya pembangunan kawasan industri, kawasan pariwisata, dll.
     d.    Pendekatan AMDAL kegiatan regional
Diperuntukkan bagi jenis usaha yang saling terkait dan merupakan kewenangan lebih dari satu instansi, wilayah administratif, dan hamparan ekosistem. Contohnya pembukaan dan pengelolaan gambut sejuta hektar, reklamasi pantai utara Jawa melibatkan provinsi Jakarta dan Banten.


 Langkah-langkah Prosedur Analisis Mengenai  Dampak Lingkungan (AMDAL)
  1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Penapisan bertujuan untuk memilih rencana pembangunan mana yang harus dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. Langkah ini sangat penting untuk pemrakarsa untuk dapatmengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan terkena AMDAL. Hal ini berkenaan dengan rencana anggaran dan waktu. Di Indonesia penapisan dilakukan dengan daftar positif seperti ditentukan dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kepmen-11/MENLH/4/1994.
   2.      Pelingkupan
Pelingkupan (scoping) ialah penentuan ruang lingkup studi ANDAL, yaitu bagian AMDAL yang terdiri atas identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak. Pelingkupan ANDAL nampaknya adalah suatu hal yang lumrah yang tidak perlu dibicarakan. Untuk dapat melakukan pelingkupan haruslah dilakukan identifikasi dampak. Pada tahap pertama diusahakan untuk mengidentifikasi dampak selengkapnya. Dari semua dampak yang teridentifikasi ini kemudian ditentukan dampak mana yang penting. Dampak penting inilah yang dimasukkan ke dalam ruang lingkup studi ANDAL, sedangkan dampak yang tidak penting dikeluarkan.
   3.      Kerangka Acuan
Kerangka acuan ialah uraian tugas yang harus dilakukan dalam studi ANDAL. Kerangka acuan dijabarkan dari pelingkupan sehingga KA memuat tugas-tugas yang releven dengan dampak penting. Dengan KA yang demikian itu studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak penting. Karena KA didasarkan pada pelingkupan dan pelingkupan mengharuskan adanya identifikasi dampak penting maka pemrakarsa haruslah mempunyai kemampuan untuk melakukan identifikasi dampak penting itu, baik sendiri ataupun dengan bantuan konsultan
   4.      ANDAL
Di dalam studi ANDAL hanya diprakirakan dan dievaluasi dampak penting yang teridentifikasi dalam pelingkupan dan tertera dalam KA sehingga penelitian ANDAL terfokus pada dampak penting saja. Dampak yang tidak penting diabaikan. Dengan penelitian yang terfokus perhitungan untuk memprakirakan besarnya dan pentingnya dampak juga menjadi terbatas. Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan menggunakan metode yang sesuai dalam bidang yang bersangkutan. Metode itu mungkin telah ada, tetapi mungkin juga harus dikembangkan atau dimodifikasi dari metode yang ada. Dalam hal ini diperlukan pakar yang menguasai bidang yang diliput dalam AMDAL tertentu.
   5.      Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
Dalam pengelolaan lingkungan pemantauan merupakan komponen yang esensial. diperlukan sebagai sarana untuk memeriksa apakah persyaratan lingkungan dipatuhi dalam pelaksanaan proyek. Informasi yang didapatkan dari pemantauan juga berguna sebagai peringatan dini, baik dalam arti positif maupun negatif, tentang perubahan lingkungan yang mendekati atau melampaui nilai ambang batas serta tindakan apa yang perlu diambil. Juga untuk mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalam ANDAL, sesuai dengan dampak yang terjadi. Karena itu pemantauan sering juga disebut post-audit dan berguna sebagai masukan untuk memperbaiki ANDAL di kemudian hari dan untuk perbaikan kebijaksanaan lingkungan.

   6.      Pelaporan
Pada akhirnya setelah semua pekerjaan itu selesai ditulislah hasil penelitian dalam laporan. Pada umumnya laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu ringkasan eksekutif, laporan utama, dan lampiran. Pembagian dalam tiga bagian mempunyai maksud untuk dapat mencapai dua sasaran kelompok pembaca. Sasaran pertama adalah para pengambil keputusan pada pihak pemrakarsa (direktur dan direktur utama) maupun pemerintah (direktur, direktur jenderal, dan menteri) yang berkepentingan dengan proyek tersebut.

Dokumen AMDAL terdiri dari :
                     Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
                     Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
                     Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
                     Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

                      
MANFAAT AMDAL
Manfaat AMDAL secara umum adalah menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan. Layak secara lingkungan berarti kegiatan tersebut sesuai dengan peruntukkannya sehingga dampak yang ditimbulkan dapat ditekan.
a. Manfaat AMDAL khususnya bagi pemerintah
1) Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2) Menghindari konflik dengan masyarakat.
3) Menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
4) Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
b. Manfaat AMDAL bagi pemrakarsa,
1) Menjamin keberlangsungan usaha.
2) Menjadi referensi dalam peminjaman kredit.
3) Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar.
4) Sebagai bukti ketaatan hukum.
c. Manfaat AMDAL bagi masyarakat
1) Mengetahui sejak dini dampak dari suatu kegiatan.
2) Melaksanakan kontrol.
3) Terlibat dalam proses pengambilan keputusan.





C. Sertifikat Ekolabel dalam Pengendalian Lingkungan

Pengertian EKOLABEL
    Ekolabel merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barangatau jasa), komponen atau kemasannya.
     Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungansecara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau  kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut. Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha ‘retail’atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut.

Tujuan dan Manfaat Ekolabel
     Ekolabel dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih produk-produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan  produk lain yang sejenis. Penerapan ekolabel oleh para pelaku usaha dapat mendorong  inovasi industri yang berwawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi ‘brand’ produk maupun perusahaan yang memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar, yang sekaligus menjadi investasi bagi peningkatan daya saing di pasar.
Bagi konsumen, manfaat dari  penerapan ekolabel adalah konsumen dapat memperoleh informasi mengenai dampak lingkungan dari produk yang akandibeli/digunakannya. Karena kepentingan tersebut, konsumenjuga memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan kategori produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan meningkatkan kepedulian dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan dalam pemilihan produk tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja, namun juga oleh faktor pertimbangan lingkungan.
Ukuran keberhasilan ekolabeldapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas lingkungan yang dapat dikaitkan langsung dengan produksi maupun produk yang telah mendapat ekolabel. Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha dalam menerapkan ekolabel juga menjadi indikator penting keberhasilan ekolabel

Prinsip –Prinsip Ekolabel
   Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah penggunaan,memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil dibandingkan produk lain yangsejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu yang membedakannya dengan produklain yang sejenis.

Lembaga Ekolabel Indonesia ( LEI )

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjydCoRNr1nstMWr2VuKNhEAwYwhxSbNPBT0ZVQWgJKv9n5RRyJHvsjOH2TX9Kvq7WMQBSg8M17jS9A7ZGcMIO6U4OKGA5Cj3Tydj7mTVCvL-Eti1Spi2eoBHYxl_sPebocntCrUx-o_b8m/s1600/LEI_Logo.jpg

  Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah organisasi non-profit yang mengembangkan sistem sertifikasi hutan untuk pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan.

Untuk menjaga betul kredibilitas hasil sertifikasi maka proses sertifikasi LEI dibagi menjadi 5 tahapan, yang memisahkan antara proses pengambilan data dengan proses pengambilan keputusan. Di setiap proses yang krusial selalu melibatkan stakeholder di dalamnya.
Tahap 1: Mengirimkan aplikasi sertifikasi
Pengiriman aplikasi sertifikasi kepada Lembaga Sertifikasi yang sudah diakreditasi oleh LEI.

Tahap 2: Pra-penilaian lapangan.
Penilaian atas dokumen pengusahaan hutan, pelingkupan lapangan, dan rekomendasi dari panel pakar untuk meneruskan atau menghentikan proses sertifikasi. Rekomendasi untuk meneruskan dapat berupa rekomendasi untuk menempuh proses sertifikasi bertahap atau langsung ke tahap penilaian lapangan.


Tahap 3: Penilaian Lapangan dan Masukan Publik.
Lembaga Sertifikasi melakukan penilaian lapangan dan memfasilitasi masukan publik sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan bagi panel pakar.

Tahap 4: Evaluasi Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi
Panel Pakar mengevaluasi kinerja unit pengelola hutan berdasarkan dokumen yang dikumpulkan, laporan penilaian lapangan, dan masukan dari publik. Panel Pakar merumuskan rekomendasi atas evaluasi kinerja unit pengelola hutan.

Tahap 5: Keputusan Sertifikasi
Lembaga Sertifikasi menetapkan keputusan sertifikasi untuk diumumkan kepada publik. Lembaga Sertifikasi juga menetapkan periode penilikan atas unit pengelola hutan yang bersangkutan.
Jika ada keberatan ataupun claim atas keputusan sertifikasi, keberatan dapat diajukan kepada Lembaga Sertifikasi.Penilaian unit manajemen dalam sistem sertifikasi LEI -berupa kegiatan audit., pemeriksaan lapangan, konsultasi publik, dan seluruh proses sertifikasi- dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI.  Artinya Lembaga Sertifikasi tersebut telah memiliki kompetensi yang tepat untuk melakukan sertifikasi pengelolaan hutan lestari menggunakan sistem sertifikasi LEI.

Lembaga Sertifikasi LEI yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI adalah:
1.    PT. TUV Rheinland Indonesia
Menara Karya, 10th floor
JL HR Rasuna Said Blok X-5 Kav 1-2
Jakarta 12950, INDONESIA
Telp. 021-57944579
Contact Person: Muhammad Bashcarul Asana
E-mail : muhammad.asana@idn.tuv.com
Website:  www.tuv.com/id

2.    PT. Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO)
Contact Person : Haris Wicaksono
Graha Sucofindo 4 th Floor
Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780
Tel. 021-7983666, Fax 021-7983888
E-mail : scisics@indosat.net.id; harisw@sucofindo.co.id
Website : www.sucofindo.co.id 

3.    PT. Mutuagung Lestari
Contat Person : Taufik Margani
Jl. Raya Bogor No. 19 Km 35,5, Cimanggis Jakarta 16953 Indonesia
Tel. (021) 8740202, Fax. (021) 87740745-46
E-mail : sylvace@mutucertification.com
Website : www.mutucertification.com

4. PT. SGS Indonesia
Cilandak Commercial Estate # 108C
Jl. Raya Cilandak KKO, Jakarta 12560
Tel. (021) 7818111
Website: www.sgs.com

Lingkup peran Lembaga Sertifikasi LEI adalah :
     A. Menerima aplikasi sertifikasi dari unit manajemen.
     B. Memfasilitasi proses sertifikasi di lapangan sampai pengambilan keputusan sertifikasi, mulai dari aplikasi, penilaian di lapangan serta penilikan (surveillance)
     C. Memfasilitasi penanganan keberatan atas keputusan sertifikasi.
     D. Menyediakan informasi yang relevan dan aksesnya bagi publik berkaitan dengan  sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi.
     E. Mempromosikan sistem sertifikasi LEI.
     F. Menjelaskan sistem sertifikasi LEI kepada unit manajemen yang disertifikasi.


Lembaga Verifikasi Ekolabel (Swadeklarasi)  

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiSIOmtkkQUetY58fw6XksO49A_VNYE4kYlDf9LjiDvHuj6MOJE46T3ect_cb57235r9tqyfiIWe7mS5f0iw2MY-sok1Aw1UavNRcL1h_55IabJOEC8Uwc-z8kqf4e6bTIfXVribPOQqBD/s1600/SVE.jpg
  Bertepatan dengan pembukaan Pekan Linkungan Indonesia (PLI) 2010 pada tanggal 3 juni 2010, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meluncurkan logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia. Dalam sambutannya Menteri Negara Lingkungan Hidup menyatakan bahwa: "perluncuran logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia sejalan dengan berkembangnya tuntutan “green consumerism” yang mendorong peningkatan iklim usaha yang ramah lingkungan, kondusif serta mengutamakan prinsip produksi bersih atau eko-efisiensi. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup."

Selain mengembangkan pelabelan lingkungan multi kriteria (ekolabel tipe I), saat ini KLH sedang mengembangkan pelabelan lingkungan untuk klaim lingkungan swadeklarasi (ekolabel tipe II) dengan menggunakan logo yang ditetapkan oleh KLH. Label atau logo ekolabel swadeklarasi yang ditetapkan oleh KLH merupakan alternatif klaim lingkungan swadeklarasi yang akan digunakan pada produknya.
Logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia telah dipatenkan di Dirjen HAKI dan menjadi hak milik KLH, sehingga jika ingin menggunakan logo tersebut harus mendapatkan izin dari KLH. Proses pengajuan izin penggunaan logo tesebut dilakukan oleh pemohon (produsen, importir, distributor,  pengecer (retail) perwakilannya, pemilik merek dagang atau pihak lain yang memenuhi legalitas usaha sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia) setelah dilakukan verifikasi terhadap klaim yang diajukan oleh pihak ketiga yang independen.
Selain itu sehubungan dengan meningkatnya kesadaran produsen dan konsumen dalam memproduksi dan mengkonsumsi produk yang mempertimbangkan aspek lingkungan, maka timbul inisiatif berbagai pihak  untuk menerapkan ekolabel tipe 2 : klaim lingkungan swadeklarasi pada produk yang dihasilkan dan dikonsumsi. Untuk mengakomodir inisiatif tersebut dalam rangka memberikan acuan agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam pelaksanaannya, KLH menyusun  Pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi dengan tujuan untuk menyediakan pedoman sebagai acuan dalam melakukan klaim aspek lingkungan swadeklarasi. (THAU).


Tipe – Tipe Ekolabel
  Dalam prakteknya, secara garis besar ekolabel terdiri dari tigatipe berikut:
Ekolabel tipe 1 : voluntary, multiple criteria based practitionerprograms
            Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat iniadalah ekolabel tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yangindependen. Kriteria pemberian ekolabel padaumumnyabersifat multi-kriteria, berdasarkan pertimbangan pada dampaklingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup produk. Setelahmelalui proses evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe 1,maka pemohon diberi lisensi untuk mencantumkan logo ekolabeltertentu pada produk atau kemasan produknya. Keikutsertaanpara pelaku usaha dalam penerapan ekolabel tipe 1 bersifatsukarela.Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa tahapsebagai berikut:
• Pemilihan kategori produk dan jasa
• Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel
• Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasukpengujian, verifikasi dan evaluasi serta pemberian lisensipenggunaan logo ekolabel

Ekolabel tipe 2 : self declaration environmental claims
            Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkunganyang dibuat sendiri oleh produsen/pelaku usaha yangbersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa simbol, label ataupernyataan yang dicantumkan pada produk atau kemasanproduk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan,publikasi, pemasaran, media internet, dll. Contoh pernyataanatau klaim tersebut adalah ‘recyclable’, ‘recycled material’,‘biodegradable’, ‘CFC-free’, dll.Keabsahan ekolabel tipe 2 sangat dipengaruhi oleh:
• Metodologi evaluasi yang jelas, transparan, ilmiah, danterdokumentasi
• Verifikasi yang memadai

Ekolabel tipe 3 : quantified product information label
Ekolabel tipe 3 berbasis pada multi-kriteria seperti padaekolabel tipe 1, namun informasi rinci mengenai nilai pencapaianpada masing-masing item kriteria disajikan secara kuantitatifdalam label. Evaluasi pencapaian pada masing-masing itemkriteria tersebut didasarkan pada suatu studi kajian daur hidupproduk. Dengan penyajian informasi tersebut, konsumendiharapkan dapat membandingkan kinerja lingkungan olehberbagai produk berdasarkan informasi pada label danselanjutnya memilih produk berdasarkan item kriteria yangdirasakan penting oleh masing-masing konsumen.
Komite Akreditasi Nasional (KAN)
KAN menawarkan pelayanan akreditasi  untuk lembaga sertifikasi ekolabel didasarkan pada Pedoman KAN 801-2004: Persyaratan Umum untuk Lembaga sertifikasi ekolabel (selanjutnya disebut LS Ekolabel (LSE)).Skema sertifikasi ekolabel adalah alat yang efektif untuk menjaga keamanan fungsi lingkungan hidup, kepentingan sosial dan meningkatkan efisiensi serta daya saing. Oleh karena itu, sinergi dalam pengelolaan dampak yang telah sesuai dengan siklus produk dapat dicapai. Di samping itu sertifikasi ini juga diharapkan untuk mendorong permintaan atas produk-produk ramah lingkungan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiK27P28NbsgKgdWSMYZocrqKPQzYmLI3uhXhPpOzc3auCv7N4NPXaEYLtZ9sVyYNIIEtUwWasxbWTJ_kPfNFVIXq1FiBgObRkQwWZrWhR-bz-oJzcupxmmUQEkn32prTTE78sCgD6lGKSE/s1600/kan.jpg.gif
Sertifikasi ekolabel dikembangkan dengan mengacu ISO 14024, ketentuan hukum yang berlaku UU No 2 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen, baku mutu lingkungan, konvensi intemasional dan standar terkait serta dokumen terkait lainnya.Logo dan skema ekolabel telah diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan KAN bersamaan dengan  hari lingkungan internasional tanggal 5 Juni 2004 di Jakarta.


Potensi Ekolabel dan Hambatan dalam dunia perdagangan
     Banyak pihak menyadari bahwa ekolabel berpotensi menjadi ‘non-tariff trade barriers’ apabila tidak ada pedoman yang disepakati secara internasional. Berbagai organisasi internasional telah membahas isu ini, termasuk UNEP, WTO, UNCTAD, OECD, UNIDO, dan ISO. Di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah muncul berbagai permasalahan dalam perdagangan internasional yang dikaitkan dengan ekolabel. Sebagai contoh: embargo kopi Lampung di Eropa karena isu penanaman kopidi kawasan hutan lindung, pelarangan impor ikan tuna dariIndonesia oleh Amerika Serikat karena isu konservasi penyu, persyaratan ‘oekotex 100’ oleh para pembeli di Eropa untuk produk tekstil, dll.
Sebagai salah satu upaya untuk menghindari penggunaan ekolabel sebagai hambatan dalam perdagangan secara tidak bertanggungjawab, ISO mengembangkan satu seri standar internasional untuk ekolabel, yang menjadi bagian dari standar ISO seri 14000 untuk Manajemen Lingkungan. Pada saat ini, standar ISO untuk ekolabel meliputi:
ISO 14020: Prinsip Umum Ekolabel
ISO 14021: Ekolabel Tipe 2
ISO 14024: Ekolabel Tipe 1
ISO/TR 15025: Ekolabel Tipe 3