BAB. KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM
3.6 Menganalisis
bentuk-bentuk kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya alam bidang
pertanian, pertambangan, industri, dan pariwisata.
A. Kompetensi Inti
KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI
2: Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun,
ramah lingkungan, gotong royong,
kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
KI
3: Memahami, menerapkan, dan
menganalisis pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakognitif
berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilnu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah.
KI
4:Mengolah, menalar, dan menyaji dalam
ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif,
serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan
Tujuan
Pembelajaran:
1. Siswa dapat Menganalisis bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
pemanfaatan sumber daya alam bidang pertanian, pertambangan, industri, dan
pariwisata.
Materi:
A. Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal
dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia Yang tergolong di
dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga
komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas
alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban
dan populasi manusia,
serta revolusi industri telah membawa
manusia pada era eksploitasi sumber daya alam sehingga persediaannya terus
berkurang secara signifikan, terutama pada satu abad belakangan ini. Sumber
daya alam mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya
keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti Indonesia, Brazil, Kongo, Maroko, dan berbagai negara
di Timur Tengah memiliki kekayaan
alam hayati atau nonhayati yang sangat berlimpah. Sebagai contoh, negara di
kawasan Timur Tengah memiliki persediaan gas alam sebesar sepertiga
dari yang ada di dunia dan Maroko sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar setengah dari yang ada di
bumi . Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam ini seringkali
tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara
tersebut.
Indonesia, salah satu negara
dengan kekayaan sumber daya alam hayati dan nonhayati terbesar di dunia.
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan
menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang
dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama
penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan, hewan, mikroorganisme,
sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh SDA terbaharukan.
Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam, penggunannya harus tetap dibatasi
dan dijaga untuk dapat terus berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah
SDA yang jumlahnya terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses
pembentukannya dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak
bumi, emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan
waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga jumlahnya
sangat terbatas., minyak bumi dan gas alam pada umumnya berasal dari sisa-sisa
hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun lalu, terutama dibentuk dan berasal
dari lingkungan perairan.Perubahan tekanan dan suhu panas selama jutaan
tahun ini kemudian mengubah materi dan senyawa organik tersebut menjadi
berbagai jenis bahan tambang tersebut.
1.Pemanfaatan sumber daya
alam berkelanjutan
Pemanfaatan sumber daya alam
berkelanjutan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber
daya alam secara bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di masa
sekarang dan di masa depan.pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan didasarkan
pada dua prinsip yaitu SDA terutama SDA yang tidak dapat di perbaharui memiliki
persediaan yang terbatas dehingga harus dijaga ketersediaanya dan gunakan
secara bertanggung jawab. kedua pertambahan penduduk setiap tahun meningkat
maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh karena itu potensi sumber daya
alam harus mendukung kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan.
contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
1.Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam
2.Menggunakan SDA secara efisien
3.Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
4.Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor aga memiliki nilai
jual yang tinggi dan mengurangi pengunana barang tambang
5.Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang menggunakan
SDA dengan biaya yang murah dan meminimalkan dapak negatif terhadap
lingkungan.
Sumber daya alam dapat dilihat dari 3 kemungkinan pemulihannya :
1.Sumber daya alam yang dapat dipulihkan (renewable flow resources)
2.Sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan (nonrenewable atau stock
resources)
3.Sumber daya alam yang tidak akan habis atau punah (continous atau
inhausetable resources)
a. Pertanian berkelanjutan.
Pertanian berkelanjutan adalah gerakan pertanian
menggunakan prinsip ekologi, studi hubungan
antara organisme dan lingkungannya. Pertanian berkelanjutan telah didefinisikan
sebagai sebuah sistem terintegrasi antara praktek produksi tanaman dan hewan dalam sebuah
lokasi dan dalam jangka panjang memiliki fungsi sebagai berikut:
·
Meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam berdasarkan
kebutuhan ekonomi pertanian
·
Menggunakan sumber daya alam tidak terbarukan secara sangat efisien
·
Menggunakan sumber daya yang tersedia di lahan pertanian secara
terintegrasi, dan memanfaatkan pengendalian dan siklus biologis jika
memungkinkan
·
Meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan
Namun tahap menuju pertanian berkelanjutan seringkali dipandang sebagai
sebuah tahapan dan bukan sebagai akhir. Beberapa menganggap bahwa pertanian
berkelanjutan yang sebenarnya adalah yang berkelanjutan secara ekonomi yang
dicapai dengan: penggunaan energi yang lebih sedikit, jejak
ekologi yang minimal, barang berkemasan yang lebih
sedikit, pembelian
lokal yang meluas dengan rantai pasokan pangan singkat, bahan pangan terproses yang lebih
sedikit, kebun
komunitas dan kebun rumah yang lebih banyak, dan
sebagainya.
Salah satu contoh pertanian berkelanjutan adalah :
a. Pranoto Mongso (Jawa)
Pranoto mongso atau
aturan waktu musim digunakan oleh para tani pedesaan yang didasarkan pada
naluri dari leluhur dan dipakai sebagai patokan untuk mengolah pertanian.
Berkaitan dengan kearifan tradisional maka pranoto mongso ini memberikan arahan
kepada petani untuk bercocok tanam mengikuti tanda-tanda alam dalam mongso yang
bersangkutan, tidak
memanfaatkan lahan seenaknya sendiri
meskipun sarana prasarana mendukung seperti misalnya air dan saluran
irigasinya. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat menjaga
keseimbangannya.
Dengan adanya pemanasan
global sekarang ini yang juga mempengaruhi pergeseran musim hujan, tentunya
akan mempengaruhi masa-masa tanam petani. Namun demikian pranoto mongso ini
tetap menjadi arahan petani dalam mempersiapkan diri untuk mulai bercocok
tanam. Berkaitan dengan tantangan maka pemanasan global juga menjadi tantangan
petani dalam
melaksanakan pranoto mongso sebagai
suatu kearifan lokal di Jawa.
b. Nyabuk Gunung.
Nyabuk gunung
merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut
garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro.
Cara ini merupakan suatu bentuk
konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini
berbeda dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam dengan membuat
teras yang memotong kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor.
c. Tumpang sari
Sistem ‘tumpangsari’ adalah praktek penanaman beragam biji-bijian
sebagai bagian dari peladangan berpindah yang banyak meniru kompleksitas dan
keragaman sistem vegetasi wilayah sub-tropis dan tropis. Model pertanian ini
dilakukan dengan cara menanam beberapa jenis tanaman yang berbeda dalam suatu
areal atau petak tanah secara bersamaan.Pada awalnya, sistem pertanian ini
dianggap ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan ilmu pertanian modern karena
tidak efisien secara kuantitas dan kualitas hasil yang akan didapatkan.
Akan tetapi terdapat tujuan yang baik dan penting adanya kearifan lokal
ini, yaitu untuk melindungi tanah dari sinar matahari langsung, mengurangi
pemanasan langsung pada permukaan tanah, menjaga permukaan tanah dari proses
erosi, penggunaan volume tanah secara efisien dan mengurangi kerentananan tanah
dari hama dan serangga perusak. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan
kecepatan tumbuh beragam tanaman tersebut membuat tanah menjadi permanen, di
samping itu juga karena tanahnya selalu ditutupi oleh tanaman tersebut secara
terus menerus serta sistem akar tanaman tersebut yang bervariasi.
d.Budi Daya Padi Organik
Budi daya padi orgaik salah satu contoh dari pertanian
berkelanjutan.
b. Pertambangan Berkelanjutan atau Sustainability Mining
Pertambangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Pertambangan dalam arti yang lebih
luas termasuk tambang minyak, gas alam dan bahkan tambang air tanah.
Wilayah Indonesia dikenal memiliki potensi tambang yang besar di dunia.
Data pada akhir 2008 menunjukkan bahwa sumber daya batubara mencapai 104.760
juta ton, emas sebesar 4.250 ton, tembaga sebesar 68.960 ribu ton, timah
sebesar 650.135 ton dan nikel sebesar 1.878 juta ton (ESDM,
2009). Penerimaan negara langsung dari subsektor pertambangan umum pada
tahun 2009 sekitar Rp51 triliun, yang terdiri atas penerimaan Negara bukan
pajak lebih kurang Rp15 triliun, dan sisanya merupakan penerimaan negara pajak.
Investasi pertambangan tahun 2009 mencapai US$1,8 miliar atau naik sebesar 9,5%
dari angka tahun sebelumnya sebesar US$1,6 miliar (ESDM, 2009).
Sumberdaya mineral mempunyai implikasi yang sangat luas dalam kehidupan
masyarakat karena sumberdaya mineral merupakan aset yang memberi harapan dalam
peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu eksploitasi sumberdaya
mineral merupakan kesempatan bagi masyarakat. Dengan demikian industri
pertambangan merupakan industri alternatif yang paling efektif untuk
meningkakan kesejahteraan masyarakat di daerah yang penduduknya berada dalam
kemiskinan struktural. Di sisi lain industri pertambangan juga merupakan
industri yang menimbulkan berbagai perubahan drastis terhadap lingkungan
sehingga merupakan ancaman terhadap kelestarian fungsi-fungsi lingkungan dan
fungsi-fungsi kehidupan sosial budaya masyarakat. Potensi-potensi positif
sektor pertambangan sering tidak mampu mengkompensasikan potensi-potensi
negatif ini, sehingga industri pertambangan mempunyai potensi konflik dengan
kepentingan masyarakat (Agenda 21, 2001).
Kegiatan usaha pertambangan memiliki cirri-ciri, yaitu non-renewable
(tidak dapat diperbarui), mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan
pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang
relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi ekonomi lain pada
umumnya. Karena salah satu cirinya tidak dapat diperbaharui maka pengusaha
pertambangan selalu mencari proven reserves (cadangan
terbukti) baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah
dengan adanya penemuan (Poerwanto, 2007).
Hotteling dalam Stiglitz (2007) menawarkan kerangka utuk menentukan waktu
paling tepat mengeluarkan sumber alam dari perut bumi. Teori ini sebagai basis
dari ekstraksi sumberdaya alam tidak pulih secara optimal. Prinsip model
Hotteling adalah bagaimana mengekstrak sumberdaya mineral secara optimal dengan
kendala stok dan waktu. Implementasi dari teori bagi pihak perusahaan
pertambangan adalah untuk mendapatkan produksi sumberdaya mineral secara
optimal harus mampu menentukan berbagai faktor produksi yang tepat dengan
kendala waktu dan stok (deposit). Sedangkan bagi pihak pemilik sumberdaya dalam
hal ini, negara harus bersikap mengabaikan terhadap sumberdaya mineral, apakah
akan mengekstrak sekarang atau pada masa yang akan datang. Jadi sebagai
pengambil kebijakan peran negara sangat menentukan terhadap eksploitasi
sumberdaya mineral yang tidak semata-mata berorientasi ekonomi (economic
oriented) tetapi juga harus mempertimbangkan secara integral baik itu dampak
lingkungan, sosial, kesiapan kelembagaan baik pemerintah maupun masyarakat
lokal.
Mengingat sifat tidak terbarukan yang terkandung dalam sumberdaya
mineral, maka eksploitasi sumberdaya mineral harus mampu menciptakan prakondisi
dan kemampuan–kemampuan agar masyarakat dapat melanjutkan pembangunan setelah
sumberdaya mineral habis di eksploitasi. Proses untuk menciptakan prakondisi
dan proses peningkatan kemampuan–kemampuan masyarakat secara berkelanjutan
inilah yang dimaksud sebagai proses transformasi sosial. Dengan kata lain,
penerapan azas pembangunan manusia berkelanjutan dalam eksploitasi sumberdaya
mineral adalah untuk menciptakan proses transformasi sosial secara
berkelanjutan.
Ada berbagai macam resiko di bidang pertambangan yaitu resiko geologi
(eksplorasi) yang berhubungan dengan ketidakpastian penemuan cadangan
(produksi), resiko teknologi yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya,
resiko pasar yang berhubungan dengan perubahan harga, dan resiko kebijakan
pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan harga domestik.
Resiko-resiko tersebut berhubungan dengan besaran-besaran yang mempengaruhi
keuntungan usaha yaitu produksi, harga, biaya dan pajak. Usaha yang mempunyai
risiko lebih tinggi menuntut pengembalian keuntungan (rate of return) yang
lebih tinggi (Poerwanto, 2007).
Kegiatan pertambangan memiliki sejumlah dampak penting bagi lingkungan.
Rencana kegiatan penambangan dan pengolahan hasil yang berkaitan langsung
dengan dampak yang ditimbulkannya. Kegiatan tambang terdiri dari tahap
pra-konstruksi, operasi, produksi dan pasca tambang:
Sebagai negara penganut “paham” sumber daya alam untuk kesejahteraan
rakyat, Indonesia cenderung menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu
mengolah kekayaan sumberdaya alam dan energi secara bijaksana agar kondisi
lingkungan tetap lestari dan bermutu tinggi. Lingkungan yang lestari,
pembangunan akan tetap berlangsung dari generasi ke generasi, dan lingkungan
yang lestari hanya dapat dilahirkan dari pola pikir yang memiliki rasa bijak
lingkungan yang besar (Naiola, 1996). Usaha pertambangan mineral tidak
hanya sekedar pemenuhan keuntungan (aspek ekonomi) dari pengelolaan sumber daya
mineral, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan sosial dan lingkungan.
Kebutuhan Sosial
Dalam konteks industri pertambangan, misalnya dengan memberikan kesempatan
berusaha dan mengembangkan usaha bagi masyarakat kecil melalui pemberian
pinjaman modal (peningkatan sumberdaya kapital), penyediaan berbagai fasilitas
yang mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan lain-lain.
Keberpihakan terhadap kelompok masyarakat miskin, masyarakat di perdesaan,
wanita dan anak-anak, ataupun kelompok masyarakat lain yang selama ini
diabaikan, perlu dilakukan sehingga tujuan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan sekaligus pemerataan dan pengentasan kemiskinan dapat
terealisasi. Intinya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat adalah hal yang
sangat penting untuk dilaksanakan dalam mencapai pembangunan yang
berkelanjutan.
Kecenderungan yang terjadi dalam pembangunan ekonomi adalah tidak
memperhitungkan nilai-nilai pemanfaatan sumberdaya yang tidak memiliki harga,
seperti nilai-nilai intrinsik sumberdaya alam maupun beban sosial masyarakat
akibat pemanfaatan sumberdaya. Tidak adanya penilaian terhadap sumberdaya ini
selanjutnya menimbulkan eksternalitas-eksternalitas tersendiri (terutama
eksternalitas negatif) yang sangat merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat harus menanggung beban/biaya sosial yang timbul dalam setiap
pemanfaatan sumberdaya tanpa sedikitpun diberi “kompensasi”. Beban/biaya sosial
terbesar yang harus ditanggung oleh masyarakat saat ini maupun masyarakat
dimasa yang akan datang adalah penurunan kualitas kehidupan dan lingkungan,
yang tentu saja dalam jangka panjang tidak menjamin pengelolaan sumberdaya yang
berkelanjutan (tujuan ekosistem dalam pembangunan berkelanjutan tidak akan
tercapai).
penilaian terhadap sumberdaya-sumberdaya yang dimanfaatkan (baik nilai
ekstrinsik maupun intrinsiknya) sangat diperlukan untuk menghindari, setidaknya
mengurangi, eksternalitas. Jikalau eksternalitas telah terjadi, maka
upaya-upaya internalisasi berbagai dampak keluar (eksternalitas) harus
dilakukan, misalnya dengan bentuk-bentuk kompensasi. Dengan demikian, segala
aktifitas yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ataupun
efisiensi kapital (tujuan ekonomi) akan tetap memperhatikan pengelolaan yang
berkelanjutan.
Untuk dapat mengelola sumberdaya secara berkelanjutan, kebijaksanaan
lingkungan yang lebih menekankan pada konservasi dan perlindungan sumberdaya,
perlu memperhitungkan mereka yang masih bergantung kepada sumberdaya tersebut,
untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Bila hal ini tidak diperhatikan, akan
memberikan dampak yang buruk terhadap kemiskinan dan mempengaruhi keberhasilan
jangka panjang dalam upaya konservasi sumberdaya dan lingkungan.
Selain itu, masalah hak kepemilikan merupakan faktor penentu dalam
pemanfaatan sumberdaya yang efisien, merata dan berkelanjutan. Sumberdaya yang
dimiliki oleh umum (tidak jelas hak kepemilikannya) telah mengarah pada
sumberdaya akses terbuka (open access), dimana dalam keadaan ini, siapapun
dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada tanpa sedikitpun mempunyai insentif
untuk memelihara kelestariannya. Pengukuhan hak-hak kepemilikan akan memperjelas
posisi kepemilikan suatu pihak sehingga pihak tersebut dapat mencapai
kelestarian (upaya konservasi) dan mempertahankan apa yang telah menjadi
miliknya dari intervensi maupun ancaman dari pihak luar.
Kebutuhan Lingkungan
Pengelolaan limbah pertambangan mineral yang telah dilakukan oleh perusahaan
pertambangan masih belum mampu mengatasi terjadinya degradasi kualitas
lingkungan bio-fisik dan masalah social kemasyarakatan, meskipun beberapa
kegiatan pertambangan telah berorientasi pada industri bersih yang berwawasan
lingkungan. Perubahan lingkungan di sekitar pertambangan dapat terjadi setiap
saat, sehingga manajemen pengelolaan limbah yang efektif menjadi indikator
keberlanjutan usaha pertambangan mineral.
Sistem pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan diharapkan dapat
mencegah dampak pencemaran terhadap daya dukung lingkungan, perubahan perilaku
sosial kemasyarakatan serta pertumbuhan sektor ekonomi informal yang tidak
terkendali. Untuk itu seyogyanya pengelolaan lingkungan pertambangan mineral
dituangkan dalam suatu kebijakan yang sistematis dan terarah secara
berkelanjutan
c. Industri Berkelanjutan
Era industrialiasi yang saat ini
terjadi, membawa perubahan baru bagi pembangunan ekonomi di berbagai negara,
termasuk di Indonesia. Saat ini, sektor industri merupakan sektor prioritas
yang diharapkan mampu menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi, Di Indonesia,
kontribusi sektor industri terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) diperkirakan
mencapai 24,3%, lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor
industri juga berperan strategis dalam meningkatkan daya saing ekonomi, karena
sektor ini berperan penting dalam upaya perluasan lapangan kerja, pemasukan
ekonomi, sampai pada pengurangan tingkat kemiskinan nasional. Derasnya upaya
untuk terus mengembangkan industri nasional, di sisi lain ternyata membawa
dampak negatif terutama pada sektor lingkungan. Dampak negatif ini karena
sektor industri seringkali menyebabkan pencemaran udara, air, suara, dan sampah
bagi lingkungan sekitarnya. Dengan kerusakan lingkungan ini, efek selanjutnya
adalah menurunnya kualitas kehidupan masyarakat karena degradasi di sektor
lingkungan menyebabkan banyak aktivitas menjadi tidak bisa dilakukan. Apabila
kita bercermin ke belakang, beberapa kerusakan lingkungan terjadi disebabkan
oleh buruknya penanganan terhadap lingkungan yang berasal dari sektor industri
Beberapa kejadian ini diantaranya adalah kasus pencemaran Teluk Buyat di
Sulawesi akibat dari pembuangan limbah tailing, pembuangan limbah pabrik di
Sungai Cikijing selama puluhan tahun, maupun pencemaran akibat penambangan emas
di sepanjang sungai di Kalimantan.
Dari fakta tersebut, dapat dilihat bahwa
pembangunan industri dan upaya pelestarian lingkungan masih sering dilihat
seperti dua sisi koin yang bertentangan. Padahal apabila mau disadari, aspek
industri dan lingkungan hidup bisa berjalan secara sinergis maupun sinkronis
untuk mencapai suatu tujuan. Peningkatan kualitas lingkungan, akan sangat
membantu sektor industri dalam membangun daya saingnya, begitu juga sebaliknya.
Sehingga, untuk bisa terus berkelanjutan, industri harus memasukkan aspek
lingkungan hidup ke dalam hitungan atau analisa pembangunan dan pengembangan
industri tersebut. Dari pemahaman ini, selanjutnya dikembangkan suatu
konsep yang diterapkan dalam pembangunan industri, yaitu konsep Eco-Industry atau
industri ramah lingkungan yang bisa diartikan bahwa suatu kegiatan industri
harus memperhatikan aspek lingkungan dalam pengoperasiannya, mulai dari rantai
awal produksinya sampai pada ketika produk tersebut dipasarkan.
Di Indonesia adanya industri ramah
lingkungan menjadi suatu keharusan karena sektor industri masih sering membawa
dampak negatif bagi sektor lingkungan. Sampai saat ini dapat dilihat bahwa 30%
limbah cair yang dibuang ke sungai berasal dari industri, kemudian emisi yang
dihasilkan oleh sektor industry sebesar 27% dari total emisi nasional. Begitu
juga apabila kita melihat tingginya konsumsi energi yang dilakukan oleh pihak
industri, yaitu sebesar 49,4% dari total konsumsi energi nasional. Tingginya
tingkat konsumsi energi ini akan membawa dampak yang merugikan baik bagi pelaku
industry karena harus membayar biaya yang mahal untuk energi, maupun bagi
negara yaitu dengan menipisnya cadangan energi. Hal inilah yang perlu mendapat
perhatian serius bagi bangsa ini, yaitu bagaimana caranya agar sektor industri
tersebut melakukan konservasi energi. Apalagi di tengah ancaman krisis energi
yang terus membayangi, semakin membuat industri di Indonesia harus bisa mencari
cara untuk mengoptimalisasi energi yang ada. Dengan penerapan konsep Eco-Industry ini
diharapkan juga bisa membuat industri semakin kompetitif karena industri akan
bisa meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber dayanya, yang akan
berpengaruh pada struktur biaya di industri tersebut. Hal ini nantinya akan
mempengaruhi harga produk industri tersebut menjadi lebih kompetitif, dan daya
saing dapat ditingkatkan.
Penerapan Eco-Industry di Indonesia
dapat dilakukan secara jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk penerapan
jangka pendek, dilakukan melalui penerapan standar lingkungan khusus yang
mengatur industri di Indonesia mulai dari regulasi sampai pada
pengklasifikasian mengenai industri ramah lingkungan beserta komponen-komponen
untuk menilainya. Hal ini dilakukan agar penilaian untuk industri ramah
lingkungan benar-benar terstandar. Selain itu, dari klasifikasi yang
dilakukan kemudian dibuat sistem insentif bagi pelaku industri yang ramah
lingkungan dan disinsentif bagi industri yang merusak lingkungan. Insentif yang
dilakukan misalkan melalui insentif pemotongan pajak kepada industri yang taat
lingkungan berdasarkan klasifikasi yang sebelumnya dibuat. Hal ini agar pihak
industry bisa lebih terdorong untuk menerapkan prinsip Eco-Industry. Secara
jangka panjang, penerapan prinsip Eco-Industry dilakukan
melalui pengembangan Eco-Industrial Park, yang merupakan kawasan industri ramah
lingkungan. Pengembangan kawasan ini berdasarkan klasterisasi industri yang ada
di Indonesia agar kawasan tersebut bisa menjadi kawasan yang kompetitif dengan
peningkatan performa ekonomi, maupun dapat berintegrasi dengan komunitas dan
lingkungan sekitarnya.
Berikut kegiatan kearifan lokal di bidang indutri:
a. Adanya pembatasan penggunaan hutan di Kalimantan dan
Jawa
b. Adanya pelarangan untuk kegiatan industri pada daerah
tertentu
c. Adanya pengembangan industri hasil seni suatu daerah
d. Adanya pelarangan menggunakan bahan-bahan kimia dalam
mengolah industri
e. Pemanfaatan hasil alam dalam pengolahan industry
d. Pariwisata berkelanjutan
Pariwisata apapun jenis dan namanya,
hendaknya dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Menurut United Nation (2002) prinsip-prinsip
tersebut adalah:
·
Prinsip
pertama adalah pembangunan pariwisata harus dapat dibangun dengan melibatkan
masyarakat lokal , visi pembangunan pariwisata mestinya dirancang berdasarkan
ide masyarakat lokal dan untuk kesejahteraan masyarakat lokal .
Pengelolaan kepariwisataan yang telah dibangun mestinya juga melibatkan
masyarakat lokal sehingga masyarakat lokal akan merasa memiliki
rasa memiliki untuk perduli terhadap keberlanjutan pariwisata. Masyarakat
lokal harusnya menjadi pelaku bukan menjadi penonton.
·
Prinsip
kedua adalah menciptakan keseimbangan antara kebutuhan wisatawan dan
masyarakat. Kepentingan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah tujuan
yang didasarkan atas kerelaan untuk membentuk kualitas destinasi yang
diharapkan oleh wisatawan. Keseimbangan tersebut akan dapat terwujud jika semua
pihak dapat bekerjasama dalam satu tujuan sebagai sebuah komunitas yang solid.
Komunitas yang dimaksud adalah masyarakat lokal , pemerintah lokal , industri
pariwisata, dan organisasi kemasyarakat yang tumbuh dan berkembang pada
masyarakat di mana destinasi pariwisata dikembangkan.
·
Prinsip
ketiga adalah pembangunan harus melibatkan para pemangku kepentingan, dan melibatkan
lebih banyak pihak akan mendapatkan input yang lebih baik. Pelibatan para
pemangku kepentingan harus dapat menampung pendapat organisasi kemasyarakatan
lokal , melibatkan kelompok masyarakat miskin, melibatkan kaum perempuan,
melibatkan asosiasi pariwisata, dan kelompok lainnya dalam masyarakat yang
berpotensi mempengaruhi jalannya pembangunan.
·
Prinsip
keempat adalah, memberikan kemudahan kepada para pengusaha lokal dalam
sekala kecil, dan menengah. Program pendidikan yang berhubungan dengan
kepariwisataan harus mengutamakan penduduk lokal dan industri yang
berkembang pada wilayah tersebut harus mampu menampung para pekerja lokal
sebanyak mungkin.
·
Prinsip
kelima adalah, pariwisata harus dikondisi untuk tujuan membangkitkan bisnis
lainnya dalam masyarakat artinya pariwisata harus memberikan dampak pengganda
pada sector lainnya, baik usaha baru maupun usaha yang telah berkembang saat
ini.
·
Prinsip
keenam adalah adanya kerjasama antara masyarakat lokal sebagai pencipta
atraksi wisata dengan para operator penjual paket wisata, sehingga perlu
dibangun hubungan kerjasama yang saling menguntungkan.
·
Prinsip
ketujuh adalah, pembangunan pariwisata harus mampu menjamin keberlanjutan,
memberikan keuntungan bagi masyarakat saat ini dan tidak merugikan generasi
yang akan datang. Adanya anggapan bahwa pembangunan pariwisata berpotensi
merusak lingkungan jika dihubungkan dengan peningkatan jumlah wisatawan
dan degradasi daerah tujuan pariwisata adalah sesuatu yang logis (Hunter dan
Green, 1995). Wujud hubungan ini adalah konsep tentang daya dukung yang
menunjukkan suatu pendekatan manajemen yang memungkinkan pertumbuhan dalam
batas yang dapat diterima (Johnson dan Thomas, 1996).
·
Prinsip
kedelapan adalah pariwisata harus bertumbuh dalam prinsip optimalisasi bukan
pada exploitasi. Strategi manajemen kapasitas akan menjadi pilihan yang
terbaik, walaupun saat ini masih mengalami kontroversi yang cukup tajam.
Konsep ini merupakan kebutuhan yang semestinya diakui untuk membatasi dan
menjadi kendali atas dimensi-dimensi pembangunan pariwisata yang dapat
mengancam berkelanjutan penggunaan sumber daya yang terbatas, pada saat
yang bersamaan, konsep tersebut berhadapan dengan keinginan untuk memaksimalkan
peluang sebagai tujuan pertumbuhan dan mewujudkan manfaat potensial yang
terkait dengan pengunjung yang semakin meningkat.
·
Prinsip
kesembilan adalah harus ada monitoring dan evaluasi secara periodic untuk
memastikan pembangunan pariwisata tetap berjalan dalam konsep pembagunan
berkelanjutan. Mestinya pembagunan pariwisata dapat diletakkan pada prinsip
pengelolaan dengan manajemen kapasitas, baik kapasitas wilayah, kapasitas obyek
wisata tertentu, kapasitas ekonomi, kapasitas social, dan kapasitas sumberdaya
yang lainnya sehingga dengan penerapan manajemen kapasitas dapat memperpanjang
daur hidup pariwisata itu sendiri sehingga konsepsi konservasi dan preservasi
serta komodifikasi untuk kepentingan ekonomi dapat berjalan bersama-sama dan
pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat diwujudkan.
·
Prinsip
kesepuluh adalah harus adalah keterbukaan terhadap penggunaan sumber daya
seperti penggunaan air bawah tanah, penggunaan lahan, dan penggunaan sumberdaya
lainnya harus dapat dipastikan tidak disalah gunakan
·
Prinsip
kesebelas adalah melakukan program peningkatan sumberdaya manusia dalam bentuk
pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi untuk bidang keahlian pariwisata
sehingga dapat dipastikan bahwa para pekerja siap untuk bekerja sesuai dengan
uraian tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing
sehingga program sertifikasi akan menjadi pilihan yang tepat.
·
Prinsip
keduabelas adalah terwujudnya tiga kualitas yakni pariwisata harus mampu
mewujudkan kualitas hidup ”quality of life” masyarakat lokal, pada sisi yang
lainnya pariwisata harus mampu memberikan kualitas berusaha ”quality of
opportunity” kepada para penyedia jasa dalam industri pariwisata dan sisi
berikutnya dan menjadi yang terpenting adalah terciptanya kualitas pengalaman
wisatawan ”quality of experience”.
2.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam Berdasarkan
Prisip Ekoefisiensi
Prinsip
eko-efisiensi adalah bahwa bahan dan energi yang tidak termanfaatkan dalam
suatu sistem proses produksi akan terbuang menjadi limbah (padat,cair, dan gas)
dan menyebabkan peningkatkannya social cost untuk proses lanjutannya, dengan meningkatkan efisiensi semakin
banyak bahan dan energi yang termanfaatkan dalam proses produksi sehingga
semakin sedikit yang terbuang. Ditinjau dari aspek ekonomi, peningkatan
efisiensi akan mengurangi bahan baku sebagai faktor produksi dan energi yang
dibutuhkan, sehingga biaya produksi turun dan berpotensi untuk meningkatkan
profit. Sedangkan dari aspek lingkungan hidup berarti makin sedikit bahan baku
dan energi yang terbuang percuma, sehingga semakin sedikit limbah yang
dihasilkan maka dampak terhadap lingkungan hidup dapat ditekan. Hal itu dapat diterapkan dalam pemanfaatan Hutan, Lahan Pertanian, Tambang, Air, Industri, dan Pemenuhan Sumber
Energi
a. Sumber Daya Pertanian
Pola
tanam merupakan pengaturan lahan pertanian.Pola tanam adalah pengaturan
peggunaan lahan pertanian dalam jangka waktu tertentu.Pola tanam dibedakan
sebagai berikut.
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di
lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara
budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta
menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur
menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan
secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja
karena keseragaman tanaman yang ditanam. Kelemahan utamanya adalah keseragaman
kultivar mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama
dan penyakit tanaman).
Pertanaman campuran atau polikultur adalah usaha pertanian yang
membudidayakan berbagai jenis tanaman pertanian pada lahan yang sama. Sistem
ini meniru keanekaragaman ekosistem alami dan menghindari pertanaman tunggal
atau monokultur. Tumpang sari dan wanatani termasuk ke dalam praktek pertanaman
campuran. Polikultur merupakan salah satu prinsip permakultur. Polikultur
membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, namun memiliki keuntungan lebih
dibandingkan monokultur:
Keanekaragaman tanaman pertanian
menghindari penularan penyakit tanaman secara luas seperti yang umum terjadi di
pertanian monokultur. Sebuah studi di China melaporkan bahwa penanaman beberapa
varietas padi dalam satu lahan meningkatkan hasil dikarenakan turunnya
persebaran penyakit, sehingga pestisida tidak dibutuhkan.Keanekaragaman yang
lebih tinggi menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah dan polinator yang
menguntungkan
b. Sumber Daya Pertambangan
Pertambangan konvesional memiliki dampak
negatif yang tinggi akibat penggunaan metode pertambangan lama. Jika melihat
data yang menunjukkan besarnya kerusakan lingkungan yang disebabkan eksplorasi mineral
dan minyak bumi, metode pertambangan baru yang lebih ramah terhadap lingkungan
perlu dikembangkan. Oleh sebab itu, prinsip ekoefisiensi dapat diterapkan pada
sektor pertambangan.
Pertambangan yang menggunakan prinsip ekoefisiensi menggunakan perncanaan
terpadu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan.
Selain itu, proses rehabilitasi suatu lahan postmining harus dapat segera
mengembalikan daya dukung ekologi pada makhluk hidup. Keselarasan lingkungan
dengan proses pertambangan akan menjaga kesimbangan ekosistem alam sekitar
c. Sumber Daya Industri
Industri merupakan sektor
ekonomi yang sangat penting bagi pembangunan dan perkembangan ekonomi
masyarakat sekitarnya. Namun , dampak pencemaran industri sangat buruk bagi lingkungan.
Polusi udara dan air menjadi hal yang menakutkan baik bagi makhluk hidup maupun
masyarakat sekitar. Prinsip ekoefisiensi dapat manjadi solusi bagi perkembangan
industri tanpa harus mengorbankan kelestarian alam.
Indutri yang ditata dengan dukungan
berbagai ahli dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan secara significan.
Tata letak dan insentif ekonomi yang menarik investor dapat menumbuhkan pusat-
pusat industri yang maju dan terkendali. Pusat industri tersebut dibangun pada
lahan yang jauh dari populasi penduduk dan memiliki sistem pembuangan yang
modern.
d. Sumber Daya Pariwisata
Pariwisata
dapat dikembangkan beriringan dengan pelestarian lingkungan. Pariwisata yang
berwawasan lingkungan dapat diwujudkan dengan mengolah dan mengembangkan
potensi alam seperti danau, gunung, laut, lembah, dan hutan.
Agrowisata
Agrowisata adalah
aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan lahan pertanian atau fasilitas
terkait (misal silo dan kandang) yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Agrowisata memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung, wisata petik buah,
memberi makan hewan ternak, hingga restoran di atas laut. Agrowisata merupakan
salah satu potensi dalam pengembangan industri wisata di seluruh dunia.
Di Indonesia, daya tarik
wisata sebagian besar masih berupa wisata bahari dan wisata budaya, sedangkan
wisata berbasis perkebunan masih belum berkembang pesat karena kepemilikannya
masih belum banyak. Contoh agrowisata di Indonesia terdapat di Cinangneng,
Tenjolaya, Bogor berupa pembudidayaan sayur dan buah, wisata kebun salak di
Sleman, Yogyakarta, dan wisata perkebunan teh di Puncak, Bogor.
Ekowisata
Ekowisata atau
ekoturisme merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan
dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya
ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Ekowisata dimulai
ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional.
Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli
lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis
pariwisata itu sendiri
Dampak berupa
kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol,
berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai
mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat.
Pada mulanya ekowisata dijalankan dengan cara membawa wisatawan ke objek wisata
alam yang eksotis dengan cara ramah lingkungan. Proses kunjungan yang sebelumnya
memanjakan wisatawan namun memberikan dampak negatif kepada lingkungan mulai
dikurangi.
Ekowisata dapat
dilakukan pada tempat tempat berikut
:
a.Cagar Alam
Cagar alam adalah
suatu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi
dan perkembangannya berlangsung secara alami. Contoh kawasan yang dijadikan
cagar alam di Indonesia adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran di Jawa Barat,
Cagar Alam Nusakambangan Barat dan Cagar Alam Nusakambangan Timur di Jawa
Tengah.
b.Marga
Satwa
Suaka margasatwa
(Suaka: perlindungan; Marga: turunan; satwa: hewan) adalah Hutan suaka alam
yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas
bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan
nasional.
Pelestarian dapat
dilakukan secara sengaja atau alami untuk menjaga kelangsungan hidup tumbuhan
tersebut. Adanya taman nasional dan cagar alam menjadi media dan sarana bagi
pelestarian serta perlindungan jenis flora dan fauna khas di Indonesia. Melalui
adanya upaya konservasi diharapkan keberadaan flora dan fauna tersebut tetap
terjaga dari ambang kepunahan sehingga kelestarian keanekaragaman hayati flora
dan fauna Indonesia tetap terjaga pada masa yang akan datang.
c. Taman Nasional
Menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi.
Saat ini terdapat 50
Taman Nasional di Indonesia, yang pengelolaannya di bawah Kementerian Kehutanan
Republik Indonesia. Enam diantaranya, nal Gunung Leuser di Sumatera Utara dan
Aceh, Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi dan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, juga
di termaksud Situs Warisan Dunia UNESCO yang tergabung sebagai Warisan Hutan
Hujan Tropis Sumatera.
d.Taman Hutan Raya
Taman Hutan Raya
adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa
yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan
bagi kepentingan umum sebagai tujuan penelitian, ilmu pengetahuan dan
pendidikan. Juga sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya, pariwisata
dan rekreasi.
Adapun kriteria yang
ditetapkan sebagai penunjukkan kawasan Taman hutan raya, adalah sebagai berikut
:
Merupakan kawasan yang
memiliki suatu ciri khas tersendiri, baik asli maupun buatan. Yang mana bisa
terdapat pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang
ekosistemnya sudah berubah.Memiliki keindahan alam dan atau mempunyai gejala
alam, misalnyanya ada terdapat sumber air panas bumi.
Mempunyai luas yang
memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli
dan ataupun bukan asli.Kawasan Taman hutan raya dikelola oleh pemerintah, dalam
hal ini di Indonesia dikelola oleh Kementerian Kehutanan R.I. dan dikelola
dengan upaya pengawetan keanekaragaman hayati dan satwa beserta ekosistemnya.
Suatu kawasan taman hutan raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan
yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan
sosial
e.Taman Wisata Alam
Taman Wisata Alam
adalah Hutan Wisata yang memiliki kekayaan alam, baik keindahan nabati,
keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Taman Wisata Alam
Linggarjati adalah salah satu objek wisata alam di Kabupaten Kuningan.
Linggarjati adalah salah satu tempat titik awal pendakian ke Gunung Ciremai.
Kawasan hutan Linggarjati seluas 11,51 Ha. Ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam
(TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 53/Kpts/Um/2/1975
tanggal 17-2-1975.
Kawasan ini merupakan bagian yang terpisah dari kawasan hutan lindung Gunung
Ciremai yang ditetapkan sejak tahun 1924 oleh pemerintah Belanda. Taman Wisata
Alam Linggarjati terletak di Desa Linggarjati Kecamatan Cilimus Kabupaten
Kuningan,secara astronomis terletak di antara 6 derajat 47°’ – 6 derajat 58° LS
dan 108 derajat 30° – 108 derajat 30° BT. Di samping panorama alam yang indah
Taman Wisata Alam Linggarjati memiliki hawa yang sejuk dan segar. Tidak jauh
dari lokasi TWA ini juga terdapat bangunan yang bernilai sejarah, yaitu gedung
tempat berlangsungnya perjanjian Linggarjati antara Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah Belanda yang mempunyai daya tarik tersendiri.
B.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam Pemanfaatan
Sumber Daya Alam
Pengertian dan Tujuan Amdal
Lingkungan hidup
merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain,
lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan
dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dan ketersediaan atau sumber-sumber
yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama
dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhannya.
Untuk menghindari
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh exploitasi sumberdaya pada proses
pembangunan berkelanjutan, maka pembangunan dilaksanakan berdasarkan pada sistem
analisis mengenai dampak lingkungan yang disingkat AMDAL.
AMDAL menurut PP No.27
Tahun 1999 adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan
keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah suatu proses studi formal yang dipergunakan
untuk memperkirakan dampak terhadap lingkungan oleh adanya atau oleh rencana
kegiatan proyek yang bertujuan memastikan adanya masalah dampak lingkungan yang
perlu dianalisis pada tahap awal perencanaan dan perancangan proyek sebagai
bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan. Peraturan tentang kewajiban membuat
AMDAL diatur dalam peraturanperaturan
berikut:
1.
. UU No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
2.
. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan;
3.
. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan;
4.
. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 98 Tahun 1996 tentang Pedoman
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah.
Berikut ini 4 hal yang
tercakup dalam studi AMDAL.
1.
. Penyajian informasi lingkungan (PIL) dan analisis dampak lingkungan
(Amdal) untuk studi bagi kegiatan yang direncanakan
2.
Penyajian evaluasi lingkungan (PEL)
dan studi evaluasi lingkungan (SEL) bagi studi untuk kegiatan yang telah
berjalan
3.
.Rencana kelola lingkungan (RKL), studi yang merencanakan pengelolaan
dampak kegiatan kepada lingkungannya.
4.
. Rencana pemantauan lingkungan (RPL), studi pemantauan pengelolaan
lingkungan.
5.
Kerangka Acuan (KA), kerangka acuan
yang memberikan dasar arahan pelaksanaan SEL atau AMDAL dengan merinci hal-hal
yang perlu dilaksanakan dan bersifat khusus untuk kegiatan yang telah berjalan
atau sedang direncanakan.
Dalam pelaksanaannya
yang menjadi tujuan AMDAL yaitu :
1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah.
2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup
dari rencana usaha dan/atau kegiatan.
3. Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantau
lingkungan hidup.
4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu
rencana usaha dan atau kegiatan.
5. Memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif
6. Digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin
usaha dan/atau kegiatan.
Komponen-Komponen
AMDAL
AMDAL terdiri atas
lima komponen, yaitu sebagai berikut.
a. Studi Pra-Proyek
Studi pra-proyek
dilakukan guna mengukur dan memperkirakan perubahan keadaan lingkungan.
Pengukuran ini dilakukan bedasarkan pada data baik data fisik, kimia, biologi,
sosial ekonomi, dan sosial budaya.
b. Laporan Penilaian
Laporan penilaian
adalah laporan yang disusun dari hasil studi pra-proyek yang berupa kemungkinan
yang akan terjadi jika proyek tersebut berjalan.
c. Pembuatan Keputusan
Proses pembuatan
keputusan berdasarkan pada laporan penilaian serta hasil prediksi pengaruh
proyek terhadap lingkungan kelak. Namun kenyataan dalam pengambilan
keputusan ini sangat
dipengaruhi oleh nuansa politik.
d.
Persetujuan Proyek
Persetujuan proyek
mengandung rekomendasi dari hasil analisis interaksi antara proyek dengan
lingkungan, contohnya adalah proyek dapat disetujui dengan rekomendasi akan
dilakukannya usaha-usaha untuk memperkecil pengaruh negatif terhadap
lingkungan.
e.
Pemantauan Proyek
Pemantauan proyek
dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahun, untuk memantau sudahkah proyek tersebut
berjalan sesuai dengan yang direkomendasikan dan disetujui proyek.
Pihak - pihak yang terlibat dalam proses
AMDAL adalah:
a. Komisi Penilai AMDAL, komisi yang
bertugas menilai dokumen AMDAL.
b. Pemrakarsa, orang atau badan hukum
yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan
dilaksanakan, dan
c.
Masyarakat
yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL.
PENDEKATAN STUDI AMDAL
Ada 4 macam pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan AMDAL kegiatan tunggal
Diperuntukkan bagi
satu jenis usaha di bawah satu instansi yang membidangi usaha tersebut.
Contohnya pembangunan jalan tol, PLTU, lapangan golf, masjid agung, rumah
sakit, sekolah, dll.
b. Pendekatan AMDAL kegiatan terpadu atau multisektor
Diperuntukkan bagi
jenis usaha yang memilki sistem terpadu dan melibatkan lebih dari satu
instansi yang membidangi usaha tersebut. Contohnya pembangunan hutan tanaman
industri, industri pulp, permukiman terpadu, dll.
c. Pendekatan AMDAL kegiatan dalam kawasan
Diperuntukkan bagi
jenis usaha yang berkokasi di dalam suatu kawasan zona pengembangan wilayah
pada satu hamparan ekosistem. Contohnya pembangunan kawasan industri, kawasan
pariwisata, dll.
d. Pendekatan AMDAL kegiatan regional
Diperuntukkan bagi
jenis usaha yang saling terkait dan merupakan kewenangan lebih dari satu
instansi, wilayah administratif, dan hamparan ekosistem. Contohnya pembukaan
dan pengelolaan gambut sejuta hektar, reklamasi pantai utara Jawa melibatkan
provinsi Jakarta dan Banten.
Langkah-langkah
Prosedur Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Penapisan bertujuan
untuk memilih rencana pembangunan mana yang harus dilengkapi dengan analisis
mengenai dampak lingkungan. Langkah ini sangat penting untuk pemrakarsa untuk
dapatmengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan terkena AMDAL. Hal ini
berkenaan dengan rencana anggaran dan waktu. Di Indonesia penapisan
dilakukan dengan daftar positif seperti ditentukan dalam keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Kepmen-11/MENLH/4/1994.
2. Pelingkupan
Pelingkupan (scoping)
ialah penentuan ruang lingkup studi ANDAL, yaitu bagian AMDAL yang terdiri atas
identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak. Pelingkupan ANDAL nampaknya adalah
suatu hal yang lumrah yang tidak perlu dibicarakan. Untuk dapat melakukan
pelingkupan haruslah dilakukan identifikasi dampak. Pada tahap pertama
diusahakan untuk mengidentifikasi dampak selengkapnya. Dari semua dampak yang
teridentifikasi ini kemudian ditentukan dampak mana yang penting. Dampak
penting inilah yang dimasukkan ke dalam ruang lingkup studi ANDAL, sedangkan
dampak yang tidak penting dikeluarkan.
3. Kerangka Acuan
Kerangka acuan ialah
uraian tugas yang harus dilakukan dalam studi ANDAL. Kerangka acuan dijabarkan
dari pelingkupan sehingga KA memuat tugas-tugas yang releven dengan dampak
penting. Dengan KA yang demikian itu studi ANDAL menjadi terfokus pada dampak
penting. Karena KA didasarkan pada pelingkupan dan pelingkupan mengharuskan
adanya identifikasi dampak penting maka pemrakarsa haruslah mempunyai kemampuan
untuk melakukan identifikasi dampak penting itu, baik sendiri ataupun dengan
bantuan konsultan
4. ANDAL
Di dalam studi ANDAL
hanya diprakirakan dan dievaluasi dampak penting yang teridentifikasi dalam
pelingkupan dan tertera dalam KA sehingga penelitian ANDAL terfokus pada dampak
penting saja. Dampak yang tidak penting diabaikan. Dengan penelitian yang
terfokus perhitungan untuk memprakirakan besarnya dan pentingnya dampak juga
menjadi terbatas. Besarnya dampak haruslah diprakirakan dengan menggunakan
metode yang sesuai dalam bidang yang bersangkutan. Metode itu mungkin telah
ada, tetapi mungkin juga harus dikembangkan atau dimodifikasi dari metode yang
ada. Dalam hal ini diperlukan pakar yang menguasai bidang yang diliput dalam
AMDAL tertentu.
5. Rencana Pengelolaan Lingkungan dan
Rencana Pemantauan Lingkungan
Dalam pengelolaan
lingkungan pemantauan merupakan komponen yang esensial. diperlukan sebagai
sarana untuk memeriksa apakah persyaratan lingkungan dipatuhi dalam pelaksanaan
proyek. Informasi yang didapatkan dari pemantauan juga berguna sebagai
peringatan dini, baik dalam arti positif maupun negatif, tentang perubahan
lingkungan yang mendekati atau melampaui nilai ambang batas serta tindakan apa
yang perlu diambil. Juga untuk mengetahui apakah prakiraan yang dibuat dalam
ANDAL, sesuai dengan dampak yang terjadi. Karena itu pemantauan sering juga
disebut post-audit dan berguna sebagai masukan untuk
memperbaiki ANDAL di kemudian hari dan untuk perbaikan kebijaksanaan
lingkungan.
6. Pelaporan
Pada akhirnya setelah semua
pekerjaan itu selesai ditulislah hasil penelitian dalam laporan. Pada umumnya
laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu ringkasan eksekutif, laporan utama, dan
lampiran. Pembagian dalam tiga bagian mempunyai maksud untuk dapat mencapai dua
sasaran kelompok pembaca. Sasaran pertama adalah para pengambil keputusan pada
pihak pemrakarsa (direktur dan direktur utama) maupun pemerintah (direktur,
direktur jenderal, dan menteri) yang berkepentingan dengan proyek tersebut.
Dokumen AMDAL terdiri
dari :
Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL,
RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL.
Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan
untuk diberi ijin atau tidak.
MANFAAT AMDAL
Manfaat AMDAL secara
umum adalah menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak
secara lingkungan. Layak secara lingkungan berarti kegiatan tersebut
sesuai dengan peruntukkannya sehingga dampak yang ditimbulkan dapat
ditekan.
a. Manfaat
AMDAL khususnya bagi pemerintah
1) Mencegah pencemaran
dan kerusakan lingkungan.
2) Menghindari konflik
dengan masyarakat.
3) Menjaga agar
pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
4) Perwujudan tanggung
jawab pemerintah dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
b. Manfaat
AMDAL bagi pemrakarsa,
1) Menjamin
keberlangsungan usaha.
2) Menjadi referensi
dalam peminjaman kredit.
3) Interaksi saling
menguntungkan dengan masyarakat sekitar.
4) Sebagai bukti
ketaatan hukum.
c. Manfaat
AMDAL bagi masyarakat
1) Mengetahui sejak
dini dampak dari suatu kegiatan.
2) Melaksanakan
kontrol.
3) Terlibat dalam
proses pengambilan keputusan.
C. Sertifikat Ekolabel dalam Pengendalian
Lingkungan
Pengertian EKOLABEL
Ekolabel
merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat, ‘verifiable’ dan
tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk
(barangatau jasa), komponen atau kemasannya.
Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan
dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan
lingkungansecara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau
pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada
informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet.
Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung
informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan
produk tersebut. Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor,
pengusaha ‘retail’atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal
tersebut.
Tujuan dan Manfaat
Ekolabel
Ekolabel
dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih produk-produk yang
memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan produk lain
yang sejenis. Penerapan ekolabel oleh para pelaku usaha dapat mendorong
inovasi industri yang berwawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel dapat
memberikan citra yang positif bagi ‘brand’ produk maupun perusahaan yang
memproduksi dan/atau mengedarkannya di pasar, yang sekaligus menjadi investasi
bagi peningkatan daya saing di pasar.
Bagi konsumen, manfaat
dari penerapan ekolabel adalah konsumen dapat memperoleh informasi
mengenai dampak lingkungan dari produk yang akandibeli/digunakannya. Karena
kepentingan tersebut, konsumenjuga memiliki kesempatan untuk berperan serta
dalam penerapan ekolabel dengan memberikan masukan dalam pemilihan kategori
produk dan kriteria ekolabel. Penyediaan ekolabel bagi konsumen juga akan
meningkatkan kepedulian dan kesadaran konsumen bahwa pengambilan keputusan
dalam pemilihan produk tidak perlu hanya ditentukan oleh harga dan mutu saja,
namun juga oleh faktor pertimbangan lingkungan.
Ukuran keberhasilan
ekolabeldapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas lingkungan yang dapat
dikaitkan langsung dengan produksi maupun produk yang telah mendapat ekolabel.
Selain itu, tingkat peran serta dari kalangan pelaku usaha dalam menerapkan
ekolabel juga menjadi indikator penting keberhasilan ekolabel
Prinsip –Prinsip
Ekolabel
Produk
yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya mulai
dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan
pembuangan setelah penggunaan,memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil
dibandingkan produk lain yangsejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada
konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu yang
membedakannya dengan produklain yang sejenis.
Lembaga Ekolabel
Indonesia ( LEI )
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) adalah organisasi non-profit yang
mengembangkan sistem sertifikasi hutan untuk pengelolaan sumberdaya alam yang
berkelanjutan.
Untuk menjaga betul
kredibilitas hasil sertifikasi maka proses sertifikasi LEI dibagi menjadi 5
tahapan, yang memisahkan antara proses pengambilan data dengan proses
pengambilan keputusan. Di setiap proses yang krusial selalu melibatkan
stakeholder di dalamnya.
Tahap 1: Mengirimkan
aplikasi sertifikasi
Pengiriman aplikasi
sertifikasi kepada Lembaga Sertifikasi yang sudah diakreditasi oleh LEI.
Tahap 2: Pra-penilaian
lapangan.
Penilaian atas dokumen
pengusahaan hutan, pelingkupan lapangan, dan rekomendasi dari panel pakar untuk
meneruskan atau menghentikan proses sertifikasi. Rekomendasi untuk meneruskan
dapat berupa rekomendasi untuk menempuh proses sertifikasi bertahap atau
langsung ke tahap penilaian lapangan.
Tahap 3: Penilaian
Lapangan dan Masukan Publik.
Lembaga Sertifikasi
melakukan penilaian lapangan dan memfasilitasi masukan publik sebagai bahan
pertimbangan pengambilan keputusan bagi panel pakar.
Tahap 4: Evaluasi
Kinerja dan Pengambilan Keputusan Sertifikasi
Panel Pakar
mengevaluasi kinerja unit pengelola hutan berdasarkan dokumen yang dikumpulkan,
laporan penilaian lapangan, dan masukan dari publik. Panel Pakar merumuskan
rekomendasi atas evaluasi kinerja unit pengelola hutan.
Tahap 5: Keputusan
Sertifikasi
Lembaga Sertifikasi
menetapkan keputusan sertifikasi untuk diumumkan kepada publik. Lembaga
Sertifikasi juga menetapkan periode penilikan atas unit pengelola hutan yang
bersangkutan.
Jika ada keberatan
ataupun claim atas keputusan sertifikasi, keberatan dapat diajukan kepada
Lembaga Sertifikasi.Penilaian unit manajemen dalam sistem sertifikasi LEI
-berupa kegiatan audit., pemeriksaan lapangan, konsultasi publik, dan seluruh
proses sertifikasi- dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi yang telah mendapatkan
akreditasi dari LEI. Artinya Lembaga Sertifikasi tersebut telah memiliki
kompetensi yang tepat untuk melakukan sertifikasi pengelolaan hutan lestari
menggunakan sistem sertifikasi LEI.
Lembaga Sertifikasi
LEI yang telah mendapatkan akreditasi dari LEI adalah:
1.
PT. TUV Rheinland Indonesia
Menara Karya, 10th
floor
JL HR Rasuna Said Blok
X-5 Kav 1-2
Jakarta 12950,
INDONESIA
Telp. 021-57944579
Contact Person:
Muhammad Bashcarul Asana
E-mail :
muhammad.asana@idn.tuv.com
Website:
www.tuv.com/id
2.
PT. Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO)
Contact Person : Haris
Wicaksono
Graha Sucofindo 4 th
Floor
Jl. Raya Pasar Minggu
Kav. 34 Jakarta 12780
Tel. 021-7983666, Fax
021-7983888
E-mail :
scisics@indosat.net.id; harisw@sucofindo.co.id
Website : www.sucofindo.co.id
3.
PT. Mutuagung Lestari
Contat Person : Taufik
Margani
Jl. Raya Bogor No. 19
Km 35,5, Cimanggis Jakarta 16953 Indonesia
Tel. (021) 8740202,
Fax. (021) 87740745-46
E-mail :
sylvace@mutucertification.com
Website :
www.mutucertification.com
4. PT. SGS Indonesia
Cilandak Commercial
Estate # 108C
Jl. Raya Cilandak KKO,
Jakarta 12560
Tel. (021) 7818111
Website: www.sgs.com
Lingkup peran Lembaga
Sertifikasi LEI adalah :
A. Menerima aplikasi sertifikasi dari unit manajemen.
B. Memfasilitasi proses sertifikasi di lapangan sampai pengambilan
keputusan sertifikasi, mulai dari aplikasi, penilaian di lapangan serta
penilikan (surveillance)
C. Memfasilitasi penanganan keberatan atas keputusan sertifikasi.
D. Menyediakan informasi yang relevan dan aksesnya bagi publik berkaitan
dengan sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi.
E. Mempromosikan sistem sertifikasi LEI.
F. Menjelaskan sistem sertifikasi LEI kepada unit manajemen yang
disertifikasi.
Lembaga Verifikasi
Ekolabel (Swadeklarasi)
Bertepatan dengan pembukaan Pekan Linkungan Indonesia (PLI) 2010 pada
tanggal 3 juni 2010, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) meluncurkan logo
Ekolabel Swadeklarasi Indonesia. Dalam sambutannya Menteri Negara Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa: "perluncuran logo Ekolabel Swadeklarasi Indonesia
sejalan dengan berkembangnya tuntutan “green consumerism” yang mendorong
peningkatan iklim usaha yang ramah lingkungan, kondusif serta mengutamakan
prinsip produksi bersih atau eko-efisiensi. Hal ini sejalan dengan amanat
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup."
Selain mengembangkan
pelabelan lingkungan multi kriteria (ekolabel tipe I), saat ini KLH sedang
mengembangkan pelabelan lingkungan untuk klaim lingkungan swadeklarasi
(ekolabel tipe II) dengan menggunakan logo yang ditetapkan oleh KLH. Label atau
logo ekolabel swadeklarasi yang ditetapkan oleh KLH merupakan alternatif klaim
lingkungan swadeklarasi yang akan digunakan pada produknya.
Logo Ekolabel
Swadeklarasi Indonesia telah dipatenkan di Dirjen HAKI dan menjadi hak milik
KLH, sehingga jika ingin menggunakan logo tersebut harus mendapatkan izin dari
KLH. Proses pengajuan izin penggunaan logo tesebut dilakukan oleh pemohon
(produsen, importir, distributor, pengecer (retail) perwakilannya,
pemilik merek dagang atau pihak lain yang memenuhi legalitas usaha sesuai
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia) setelah dilakukan
verifikasi terhadap klaim yang diajukan oleh pihak ketiga yang independen.
Selain itu sehubungan
dengan meningkatnya kesadaran produsen dan konsumen dalam memproduksi dan
mengkonsumsi produk yang mempertimbangkan aspek lingkungan, maka timbul
inisiatif berbagai pihak untuk menerapkan ekolabel tipe 2 : klaim
lingkungan swadeklarasi pada produk yang dihasilkan dan dikonsumsi. Untuk
mengakomodir inisiatif tersebut dalam rangka memberikan acuan agar tidak
terjadi kesimpang siuran dalam pelaksanaannya, KLH menyusun Pedoman Klaim
Lingkungan Swadeklarasi dengan tujuan untuk menyediakan pedoman sebagai acuan
dalam melakukan klaim aspek lingkungan swadeklarasi. (THAU).
Tipe – Tipe Ekolabel
Dalam prakteknya, secara garis besar ekolabel terdiri dari tigatipe
berikut:
Ekolabel tipe 1 :
voluntary, multiple criteria based practitionerprograms
Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat iniadalah ekolabel
tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yangindependen. Kriteria pemberian
ekolabel padaumumnyabersifat multi-kriteria, berdasarkan pertimbangan pada
dampaklingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup produk. Setelahmelalui
proses evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe 1,maka pemohon diberi
lisensi untuk mencantumkan logo ekolabeltertentu pada produk atau kemasan
produknya. Keikutsertaanpara pelaku usaha dalam penerapan ekolabel tipe 1
bersifatsukarela.Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa
tahapsebagai berikut:
• Pemilihan kategori
produk dan jasa
• Pengembangan dan
penetapan kriteria ekolabel
• Penyiapan mekanisme
dan sarana sertifikasi, termasukpengujian, verifikasi dan evaluasi serta
pemberian lisensipenggunaan logo ekolabel
Ekolabel tipe 2 : self
declaration environmental claims
Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkunganyang dibuat sendiri
oleh produsen/pelaku usaha yangbersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa
simbol, label ataupernyataan yang dicantumkan pada produk atau kemasanproduk,
atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan,publikasi, pemasaran, media
internet, dll. Contoh pernyataanatau klaim tersebut adalah ‘recyclable’,
‘recycled material’,‘biodegradable’, ‘CFC-free’, dll.Keabsahan ekolabel tipe 2
sangat dipengaruhi oleh:
• Metodologi evaluasi
yang jelas, transparan, ilmiah, danterdokumentasi
• Verifikasi yang
memadai
Ekolabel tipe 3 :
quantified product information label
Ekolabel tipe 3
berbasis pada multi-kriteria seperti padaekolabel tipe 1, namun informasi rinci
mengenai nilai pencapaianpada masing-masing item kriteria disajikan secara
kuantitatifdalam label. Evaluasi pencapaian pada masing-masing itemkriteria
tersebut didasarkan pada suatu studi kajian daur hidupproduk. Dengan penyajian
informasi tersebut, konsumendiharapkan dapat membandingkan kinerja lingkungan
olehberbagai produk berdasarkan informasi pada label danselanjutnya memilih
produk berdasarkan item kriteria yangdirasakan penting oleh masing-masing
konsumen.
Komite Akreditasi
Nasional (KAN)
KAN menawarkan pelayanan
akreditasi untuk lembaga sertifikasi ekolabel didasarkan pada Pedoman KAN
801-2004: Persyaratan Umum untuk Lembaga sertifikasi ekolabel (selanjutnya
disebut LS Ekolabel (LSE)).Skema sertifikasi ekolabel adalah alat yang efektif
untuk menjaga keamanan fungsi lingkungan hidup, kepentingan sosial dan
meningkatkan efisiensi serta daya saing. Oleh karena itu, sinergi dalam
pengelolaan dampak yang telah sesuai dengan siklus produk dapat dicapai. Di
samping itu sertifikasi ini juga diharapkan untuk mendorong permintaan atas
produk-produk ramah lingkungan.
Sertifikasi ekolabel
dikembangkan dengan mengacu ISO 14024, ketentuan hukum yang berlaku UU No 2
tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen, baku mutu lingkungan, konvensi intemasional dan standar
terkait serta dokumen terkait lainnya.Logo dan skema ekolabel telah diluncurkan
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan KAN bersamaan dengan hari
lingkungan internasional tanggal 5 Juni 2004 di Jakarta.
Potensi
Ekolabel dan Hambatan dalam dunia perdagangan
Banyak pihak menyadari bahwa ekolabel
berpotensi menjadi ‘non-tariff trade barriers’ apabila tidak ada pedoman yang
disepakati secara internasional. Berbagai organisasi internasional telah
membahas isu ini, termasuk UNEP, WTO, UNCTAD, OECD, UNIDO, dan ISO. Di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah muncul berbagai permasalahan
dalam perdagangan internasional yang dikaitkan dengan ekolabel. Sebagai contoh:
embargo kopi Lampung di Eropa karena isu penanaman kopidi kawasan hutan
lindung, pelarangan impor ikan tuna dariIndonesia oleh Amerika Serikat karena
isu konservasi penyu, persyaratan ‘oekotex 100’ oleh para pembeli di Eropa
untuk produk tekstil, dll.
Sebagai salah satu upaya untuk menghindari penggunaan ekolabel sebagai
hambatan dalam perdagangan secara tidak bertanggungjawab, ISO mengembangkan
satu seri standar internasional untuk ekolabel, yang menjadi bagian dari
standar ISO seri 14000 untuk Manajemen Lingkungan. Pada saat ini, standar ISO
untuk ekolabel meliputi:
ISO 14020: Prinsip Umum Ekolabel
ISO 14021: Ekolabel Tipe 2
ISO 14024: Ekolabel Tipe 1
ISO/TR 15025: Ekolabel Tipe 3